Kehilangan adalah sebuah kenikmatan bagi hati yang mengikhlaskan. Kehilangan bukanlah saatnya untuk mencari kambing hitam atas suatu kesalahan, tapi tak lain adalah saat yang sangat berharga untuk memperkuat pikiran baik kepada Allah Swt.
Didalam salah satu hadits Rasulullah Saw,tersebutlah seorang wanita bernama Umu Sulaim.
Pada suatu hari, anaknya sakit panas. Tepat pada saat itu, suaminya Abu Tholhah tengah pergi mencari nafkah. Saat menjelang malam, anak kesayangannya itupun meninggal. Umu Sulaim meminta kepada kerabatnya, untuk tidak memberitahukan kepada Abu Thalhah, tentang kematian anaknya. “Biar aku saja yang memberi tahu,” katanya.
Ketika Abu Thalhah pulang, dia pun bertanya tentang kondisi anaknya. Umu sulain menjawab dengan senyum: “ Dia sudah lebih tenang”.
Sebagai istri yang baik, maka dia pun melayani suaminya. Setelah semua selesai, bertanyalah Umu Sulaim: “Suamiku sayang! Bagaimana pendapatmu, jika seseorang menitipkan barang kepada kita, ketika sudah tiba waktunya dia meminta barangnya untuk dikembalikan?”
“Tentu harus di kembalikan,” kata suaminya.
“Tidak boleh marah?” desak istrinya.
“Ya,” jawab suaminya tegas.
“Anak kita sudah diambil pemiliknya….”
Mendengar cerita istrinya itu, Abu Tholhah tampak sangat marah, lalu dia mengadukan masalah ini kepada Nabi Muhammad Saw. Namun apa yang terjadi, setelah selesai Abu Thalhah bercerita maka Nabi Muhammad saw membenarkan tindakan istri Tholah. Beliaupun lantas mendoakan agar apa yang telah dilakukan suami istri di malam itu menjadi berkah, dan akan menghasilkan seorang anak sebagai pengobat hati keduanya. Kemudian sembilan bulan berikutnya, anak mereka lahir, dan lalu diberi nama Abdullah. Maka terjawablah apa yang telah dilakukan oleh Umu sulaim atas prasangka baiknya pada Allah.
Sungguh...Kehilangan adalah sebuah kenikmatan, kenikmatan bagi hati yang menikmati dan mengikhlaskan. Kehilangan bukanlah momen mencari kambing hitam atas suatu kesalahan, tapi saat yang sangat berharga untuk memperkuat pikiran baik pada Allah.
Kehilangan pun pernah terjadi pada Nabi Ayyub as. Beliau kehilangan kekayaan,dan orang orang yang disayanginya. Bukan itu saja, Beliau pun menderita penyakit yang menggorogoti seluruh tubuhnya. Sampai-sampai ia berdo’a: “Ya Allah, penyakit ini boleh jadi menggerogoti seluruh tubuhku. Tapi ya Rabb, jangan sampai penyakit ini juga menggeroti hati dan lisanku, sehingga aku masih mampu berzikir kepada-Mu.”
Subhanallah...
Begitulah ketabahan Nabi Ayyub. Beliau ikhlas atas kehilangan kekayaan dan kesehatan yang dititipkan kepadanya. Bahkan dengan penyakitnya, membuat semua orang jijik kepadanya. Namun buah dari kesabaran dan keikhlasan akan selalu membahagiakan. Pada akhirnya Allah mengembalikan kembali semua kehilangan yang dialami Ayyub.
Sungguh, Kehilangan adalah sebuah kenikmatan, kenikmatan bagi hati yang menikmati dan mengikhlaskan. Kehilangan bukanlah momen mencari kambing hitam atas suatu kesalahan, tapi saat yang sangat berharga untuk memperkuat pikiran baik pada Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.