Cari Blog

Rabu, 29 Februari 2012

Syekh Yusuf Al-Qardhawi

Hujjatul Islam: Syekh Yusuf Al-Qardhawi, Ulama Progresif yang Kontroversial.

Dr Yusuf Qardhawi lahir di Mesir, pada 9 September 1926. Beliau dikenal sebagai ulama yang berani dan kritis. Pandangannya sangat luas dan tajam. Karena itu, banyak pihak yang merasa 'gerah' dengan berbagai pemikirannya yang seringkali dianggap menyudutkan pihak tertentu, termasuk pemerintah Mesir sendiri. 
Akibat dari pandangan-pandangannya itu pula, tak jarang pria kelahiran Shafth Turaab, Mesir ini harus mendekam dibalik jeruji besi. Namun demikian, ia tak pernah berhenti menyuarakan dan menyampaikan pandangannya, dalam membuka cakrawala umat.

Hingga saat ini, ratusan buku telah ia tulis dan sudah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa di dunia. Buku-buku Qardhawi membahas berbagai hal terkait kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Mulai dari urusan rumah tangga hingga negara dan demokrasi.

Sejak kecil, Qardhawi sudah dikenal sebagai anak yang pandai dan kritis. Pada usia 10 tahun, ia sudah hafal Alquran. Ia menyelesaikan pendidikannya di Ma'had Thantha dan Ma'had Tsanawi. Setelah itu, Qardhawi terus melanjutkan ke Universitas Al-Azhar, Fakultas Ushuluddin, dan lulus tahun 1952.

Namun, gelar doktoralnya baru diperoleh pada tahun 1972 dengan disertasi berjudul "Zakat dan Dampaknya Dalam Penanggulangan Kemiskinan". Disertasinya telah disempurnakan dan dibukukan dengan judul Fiqh Zakat. Sebuah buku yang sangat konprehensif membahas persoalan zakat dengan nuansa modern.

Keterlambatannya meraih gelar doktoral itu bukannya tanpa alasan. Sikap kritislah yang membuatnya baru bisa meraih gelar doktor pada tahun 1972. Untuk menghindari kekejaman rezim yang berkuasa di Mesir, Qardhawi harus meninggalkan tanah kelahirannya menuju Qatar pada tahun 1961. Di sana ia sempat mendirikan Fakultas Syariah di Universitas Qatar. Pada saat yang sama, ia juga mendirikan Pusat Kajian Sejarah dan Sunah Nabi Saw. Ia mendapat kewarganegaraan Qatar dan menjadikan Doha sebagai tempat tinggalnya.

Namun sebelum itu, ia sudah merasakan kerasnya kehidupan penjara. Saat berusia 23 tahun, Qardhawi muda harus mendekam di penjara akibat keterlibatannya dalam pergerakan Ikhwanul Muslimin, saat Mesir masih dijabat Raja Faruk tahun 1949.

Setelah bebas dari penjara, ia lagi-lagi menyuarakan kebebasan. Karena khutbah-khutbahnya yang keras dan mengecam ketidakadilan yang dilakukan rezim penguasa, ia harus berurusan dengan pihak berwajib. Bahkan ia sempat dilarang untuk memberikan khutbah di sebuah masjid di daerah Zamalik. Alasannya, khutbah-khutbahnya dinilai menciptakan opini umum tentang ketidakadilan rezim saat itu.

Akibatnya, tahun 1956 (April) ia kembali ditangkap saat terjadi revolusi di Mesir. Setelah beberapa bulan (pada Oktober 1956) Qardhawi kembali mendekam di penjara militer selama dua tahun. Setelah berkali-kali mendekam di balik jeruji besi, Qardhawi akhirnya meninggalkan Mesir tahun 1961 menuju Qatar. Di Qatar, Qardhawi lebih leluasa mengungkapkan pemikiran-pemikirannya.

Sikap moderat Qardhawi terlihat dalam mendidik putra-putrinya. Dari tujuh orang anaknya (empat putri dan tiga putra), hanya satu orang yang mengambil pendidikan agama. Selebihnya ada yang mengambil fisika, kimia, elektro dan lainnya. Ia membebaskan anak-anaknya menuntut ilmu apa saja yang sesuai dengan minat dan bakat serta kecenderungan masing-masing. 
- Putri pertamanya memperoleh gelar doktor fisika di bidang nuklir dari Inggris. 
- Putri keduanya memperoleh gelar doktor dalam bidang kimia juga dari Inggris, 
- Putri ketiga masih menempuh S3.  
- Putri keempat telah menyelesaikan pendidikan S1-nya di Universitas Texas, Amerika.
- Putra pertama menempuh S3 dalam bidang teknik elektro di Amerika,  
Putra kedua belajar di Universitas Darul Ulum, Mesir. 
Putra bungsu telah menyelesaikan kuliahnya pada fakultas teknik jurusan listrik.

Dilihat dari beragam pendidikan anak-anaknya, masyarakat bisa membaca sikap dan pandangan Qardhawi terhadap pendidikan modern. Menurut Qardhawi, semua ilmu (bisa islami dan tidak islami), tergantung kepada orang yang memandang dan mempergunakannya. Dan ia menolak pembagian ilmu secara dikotomis. Pemisahan ilmu secara dikotomis itu, menurut Qardhawi, telah menghambat kemajuan umat Islam.

Karena sikapnya ini pula banyak pihak yang mengecam, bahkan menganggap Qardhawi menyimpang. Sebagian di antara para pemikir bahkan mencap dirinya sebagai orang yang mendukung pendidikan barat yang bisa merusak akhlak generasi muda. 
Namun demikian, ia menanggapi semua tuduhan yang ditujukan kepada dirinya dengan sikap lapang dada.

Salah seorang yang menuduhnya menyimpang adalah Abu Afifah. Dalam sebuah artikelnya; ''Siapakah Yusuf Al-Qardhawi", Abu Afifah menyebutkan Qardhawi sebagai seorang ahlul bid'ah.

''Sesungguhnya bencana yang tengah menimpa umat dewasa ini adalah menjamurnya kelompok-kelompok orang yang berani memanipulasi (memalsukan) “selendang ilmu” dengan mengubah bentuk syariat Islam dengan istilah “tajdidi” (pembaharuan), mempermudah sarana-sarana kerusakan dengan istilah “fiqih taysiir” (fiqih penyederahanaan masalah), membuka pintu-pintu kehinaan dengan kedok “ijtihad” (upaya keras untuk mengambil konklusi hukum Islam), melecehkan sederet sunah-sunah Nabi dengan kedok “fiqih awlawiyyat” (fiqih prioritas), dan berloyalitas (menjalin hubungan setia) dengan orang-orang kafir dengan alasan “memperindah" corak (penampilan) Islam," tulis Abu Afifah.

Selain Abu Afifah, masih banyak tokoh lain yang meminta agar umat Islam berhati-hati terhadap setiap gagasan Qardhawi. 
Di antaranya Syekh Shalih Alu Fauzan, yang mengkritik kitab yang ditulis Qardhawi dengan kitab Al-I’laam binaqdi Al-Kitab Al-Halal wa Al-Haram (Kritik terhadap kitab Halal dan Haram karya Yusuf Qardhawi) dan Syekh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’iy, pengarang kitab Ar-Raddu Ala Al-Qardhawi, serta Sulaiman bin Shalih Al-Khurasyi.

Beberapa Sikap Kontroversi Qardhawi
1. Mendukung masuknya Partai Kupu-Kupu Italia ke dalam parlemen, yaitu sebuah partai politk para pelacur. Menurut Qardhawi, Partai Kupu-Kupu ini mengaspirasikan hak demokrasinya.

"Jika anda menolak keberadaannya atau menolak masuknya ke parlemen atau menolak keikutsertaannya dalam penghitungan suara anggotanya, maka anda tidak demokratis. Dan tindakan ini melawan demokrasi," ujarnya.

2. Sikap Qardhawi terhadap orang Kafir. Qardhawi berkata, "Sesungguhnya rasa cinta (persahabatan) seorang Muslim dengan non-Muslim bukan merupakan dosa.”

“Semua urusan yang berlaku di antara kita (maksudnya kaum Muslimin dan orang-orang Nasrani) menjadi tanggungjawab kita bersama, karena kita semua adalah warga dari tanah air yang satu, tempat kembali kita satu, dan umat kita adalah umat yang satu."

"Saya mengatakan sesuatu tentang mereka, yakni saudara-saudara kita yang menganut agama Masehi (Kristen) (meskipun sementara orang mengingkari perkataanku ini) sesungguhnya orang-orang yang beriman itu bersaudara. Ya, kita (kaum Muslimin) adalah orang-orang beriman, dan mereka (para penganut agama Kristen) juga orang-orang beriman dilihat dari sisi lain."

3. Sikapnya terhadap Ahli Bid'ah. Qardhawi membela golongan Rafidhah, yaitu pewaris golongan Mu'tazilah. Kelompok Rafidhah ini diketahui memasukkan sekitar 10 persen paham Mu'tazilah yang dianggap sesat dan menyamakan dirinya dengan Abu Jahal. Qardhawi menilai upaya membangkitkan perselisihan dengan mereka sebagai pengkhianatan terhadap umat Islam.

Menurut Qardhawi, kutukan yang dilontarkan kaum Rafidhah terhadap para sahabat Nabi, tahrif (mengubah lafazh dan makna) Alquran yang mereka lakukan, pendapat mereka bahwa imam-imam mereka terpelihara dari kesalahan (ma’shum), dan pelaksanaan ibadah haji mereka di depan monumen-monumen kesyirikan, dan kesesatan-kesesatan mereka yang lainnya, semua itu hanya merupakan perbedaan pendapat yang ringan dalam masalah akidah.

4. Sikapnya terhadap sunah (hadits). Qardhawi menyatakan seorang wanita diperbolehkan menjadi pemimpin. Ia menyangkal hadits yang diriwayatkan Bukhari, yaitu, “Tidak akan beruntung suatu kaum (bangsa) yang menguasakan urusan (pemerintah) mereka kepada wanita.”

Menurutnya, ketentuan (hadits) ini hanya berlaku di zaman Rasulullah, di mana hak untuk menjalankan pemerintahkan ketika itu hanya diberikan kepada kaum laki-laki. Adapun di zaman sekarang ini ketentuan ini tidak berlaku.

Selain masalah di atas, masih banyak sikap Qardhawi yang dianggap menyimpang oleh sebagian yang lain dan menempatkannya sebagai ahlul bid'ah. Namun sebagian lagi menganggap sikap Qardhawi itu sebagai sikap yang berani dalam membahas sebuah persoalan secara lebih jelas. Karena itu, di Mesir muncul sekelompok orang yang menamakan dirinya Qaradhawiyan (pengikut Qardhawi). 
Wallahua'lam.

Yusuf Qardhawi telah menulis berbagai buku dalam pelbagai bidang kelimuan Islam, seperti bidang sosial, dakwah, fikih, demokrasi dan lain sebagainya.

Buku karya Qardhawi sangat diminati umat Islam di berbagai penjuru dunia. Bahkan banyak buku-buku atau kitabnya yang telah dicetak ulang hingga puluhan kali dan diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa.

Berikut sejumlah buku karya Qardhawi:A. Dalam bidang Fikih dan Usul Fikih. Sebagai seorang ahli fikih, Qardhawi telah menulis sedikitnya 14 buah buku. Antara lain Al-Halal wa al-Haram fi al-Islam (Halal dan Haram dalam Islam), Al-Ijtihad fi al-Shari’at al-Islamiyah (Ijtihad dalam Syariat Islam), Fiqh al-Siyam (Hukum Tentang Puasa), Fiqh at-Taharah (Hukum tentang Bersuci), Fiqh al-Ghina’ wa al-Musiqa (Hukum Tentang Nyayian dan Musik).

B. Ekonomi Islam. Dalam bidang ekonomi Islam, buku karya Qardhawi antara lain Fiqh Zakat, Bay’u al-Murabahah li al-Amri bi al-Shira (Sistem Jual-Beli Al-Murabah), Fawa’id al-Bunuk Hiya al-Riba al-Haram, (Manfaat Diharamkannya Bunga Bank), Dawr al-Qiyam wa al-Akhlaq fi al-Iqtisad al-Islami(Peranan Nilai dan Akhlak dalam Ekonomi Islam), serta Dur al-Zakat fi alaj al-Musykilat al-Iqtisadiyyah (Peranan Zakat dalam Mengatasi Masalah ekonomi).

C. Pengetahuan tentang Alquran dan Sunnah. Qardhawi menulis sejumlah buku dan kajian mendalam terhadap metodologi mempelajari Alquran, cara berinterakhsi dan pemahaman terhadap Alquran maupun sunah. Buku-bukunya antara lain Al-Aql wa al-Ilm fi al-Quran (Akal dan Ilmu dalam Alquran), As-Sabru fi al-Quran (Sabar dalam Alquran), Tafsir Surah al-Ra’d dan Kayfa Nata’amal ma’a as-Sunnah an-Nabawiyyah (Bagaimana Berinteraksi dengan Sunah).

D. Akidah Islam. Dalam bidang ini Qardhawi menulis sekitar empat buku, antara lain Wujud Allah (Adanya Allah), Haqiqat at-Tauhid (Hakikat Tauhid), Iman bi Qadr (Keimanan kepada Qadar),

E. Dakwah dan Pendidikan. Karyanya antara lain Thaqafat ad-Da’iyyah (Wawasan Seorang Juru Dakwah), Al-Rasul wa al-Ilmi(Rasul dan Ilmu), Al-Ikhwan al-Muslimun sab’in Amman fi ad-Da’wah wa at-Tarbiyyah (Ikhwanul Muslimun selama 70 tahun dalam Dakwah dan Pendidikan).

Selain karya di atas, Qardhawi juga banyak menulis buku tentang Tokoh-tokoh Islam seperti Al-Ghazali, Para Wanita Beriman dan Abu Hasan An-Nadwi. Qardhawi juga menulis buku Akhlak berdasarkan Al-quran dan Sunnah, Kebangkitan Islam, Sastra dan Syair serta banyak lagi yang lainnya.
http://www.republika.co.id

Minggu, 26 Februari 2012

FAEDAH ISLAM

Islam adalah sebagai:

Pedoman Hidup

Karena mencakup segala aspek kehidupan, Islam menjadi satu-satunya agama sekaligus sistem yang layak dijadikan pedoman hidup. Kelengkapan cakupan aspek kehidupan Islam desebutkan secara rinci dalam Al Qur’an, yaitu: keyakinan, moral, tingkah laku, perasaan, pendidikan, sosial, politik, ekonomi, militer, dan perundang-undangan.

KEYAKINAN

Sebagai agama, Islam mengandung konsep keyakinan bahwa Allah Swt. adalah satu-satunya Tuhan. Dia Mahahidup, Maha Berdiri Sendiri, tiada mengantuk, dan tidak pula tidur. Sebagai panduan bagi seorang muslim atas keyakinan ini, Allah menyatakan diri-Nya untuk diyakini seperti dinyatakan dalam Al Quran (QS Al Baqarah, 2: 255).

MORAL AKHLAK

Sebagai agama, Islam mengajarkan penganutnya untuk berkahlak. Yang dimaksud akhlak sendiri dalam Islam adalah Al Qur’an. Hal ini seperti dicontohkan Rasulullah saw. Artinya, Al Qur’an adalah akhlak Rasulullah saw. yang memuat panduan akhlak dan perlu diikuti oleh manusia agar mendapatkan rahmat Allah dan kesejahteraan di dunia dan akhirat.

TINGKAH LAKU

Tingkah laku atau perilaku mewujud melalui aspek gerakan. Hal ini sangat diwarnai dan ditentukan oleh akidah dan akhlak seseorang. Oleh karena itu, akhlak dan perilaku seseorang saling berkaitan dan memberikan gambaran satu sama lain. Hal ini seperti disabdakan oleh Rasulullah saw. bahwa sekiranya hati seseorang khusuk, khusyuk pula anggota badannya.

PERASAAN

Sebagai agama, Islam juga memperhatikan perasaan manusia. Dalam Islam, seluruh perasaan: suka dan duka, cinta dan benci, sedih dan gembira, halus dan kasar, sensitif atau tidak berbanding lurus dengan akidah pemeluknya. Oleh karena itu, seperti yang disabdakan oleh Rasulullah saw., kesempurnaan iman dan Islam seseorang dalam berperasaan adalah ketika ia berperasaan karena Allah: mencintai karena Allah, membenci karena Allah, dan seterusnya.

PENDIDIKAN

Islam juga mengajarkan bagaimana melakukan pendidikan dan pengajaran kepada manusia. Ada sekian banyak ayat Al Qur’an dan hadits yang meminta umat Islam untuk belajar. Pendidikan yang dimaksud dalam Islam tidak saja bersifat formal dan terbatas di sekolah, tetapi juga pada setiap waktu, tempat, dan kesempatan.

SOSIAL

Kesempurnaan Islam juga dilengkapi ajarannya mengenai hubungan antarmasyarakat. Al Qur’an demikian rinci menyampaikan hal-hal tersebut. Sebagai contoh, Al Qur’an menyebutkan bagaimana aturan hubungan antara laki-laki dan perempuan, larangan memperolok-olok orang lain, larangan mengejek orang lain, dan perintah untuk tidak sombong. Islam juga membahas mengenai karakteristik masyarakat Islam yang di dalamnya diatur nilai-nilai Islam.

POLITIK

Manusia diciptakan Allah sebagai khalifah-Nya di muka bumi. Oleh karena itu, kehidupannya tidak akan bisa lepas dari politik. Islam kemudian mengatur urusan-urusan politik ini sebagai bagian dari strategi dan dakwah. Tujuannya adalah untuk menegakkan hukum-hukum Allah di muka bumi.

EKONOMI

Ekonomi adalah aspek sangat penting dalam Islam selain politik. Tujuannya ekonomi dalam Islam adalah agar kesejahteraan di masyarakat dapat terwujud. Oleh karena itu, aturan-aturan perekonomian dalam Islam banyak memuat mengenai riba (yang menghancurkan kesejahteraan), urusan utang-piutang, bukti tertulis dalam perniagaan, dan lain-lain.

MILITER

Islam mewajibkan kepada setiap penyeru kebenaran untuk bersiap siaga, menyiapkan kekuatan, dan berjuang membela kebenaran dan memerangi kebatilan. Hal ini diajarkan Islam untuk melawan pihak-pihak yang menyeru dan melakukan kebatilan. Mereka adalah kaum yang didorong oleh nafsu untuk menciptakan kehancuran.

PERADILAN

Islam mewajibkan kepada umatnya untuk berbuat adil, bahkan kepada diri dan keluarganya sendiri. Oleh karena itu, untuk mewujudkan hal tersebut, Islam mengatur urusan hukum dan peradilan. Urusan yang berkaitan dengan hukum dan peradilan dalam Islam harus berlandaskan aturan Allah. Tanpa hal tersebut, keadilan sulit terwujud karena hukum hanya menjadi permainan belaka.

Demikianlah kesempurnaan Islam sebagai pedoman hidup. Agama ini benar-benar melingkupi semua aspek kehidupan. 
  • Dalam aspek keyakinan, Islam mengatur umatnya melalui Al Qur’an surat Al Baqarah (2) ayat 255. 
  • Dalam aspek moral Islam mengatur umatnya melalui Al Qur’an surat Al A’raaf (7) ayat 99. 
  • Dalam aspek perilaku, Islam mengatur umatnya melalui Al Qur’an surat Al Baqarah (2) ayat 138. 
  • Dalam aspek perasaan, Islam mengatur umatnya melalui Al Qur’an surat Ar Ruum (30) ayat 30. 
  • Dalam aspek pendidikan, Islam mengatur umatnya melalui Al Qur’an surat Al Baqarah (2) ayat 151, Ali Imran (3) ayat 164, dan Al Jumuah (62) ayat 2. 
  • Dalam aspek sosial, Islam mengatur umatnya melalui Al Qur’an surat An Nuur (24) ayat 7. 
  • Dalam aspek politik, Islam mengatur umatnya melalui Al Qur’an surat Ali Imraan (3) ayat 85-86 dan Yusuf (12) ayat 40). 
  • Dalam aspek Ekonomi, Islam mengatur umatnya melalui Al Qur’an surat At Taubah (9) ayat 60 dan 103, Al Hasyr (59) ayat 7. 
  • Dalam aspek militer, Islam mengatur umatnya melalui Al Qur’an surat Al Anfaal (8) ayat 60 dan At Taubah (9) ayat 5-8. 
  • Dalam aspek hukum dan peradilan, Islam mengatur umatnya melalui Al Qur’an surat An Nisaa (4) ayat 65.

Jumat, 24 Februari 2012

INDAHNYA KERAGAMAN

INDAHNYA KERAGAMAN
Pendahuluan
Taman yang dipenuhi beraneka bunga dengan berbagai warna dan bentuk, akan sangat indah tidak bosan mata memandang, lain halnya kalau taman itu hanya dihiasi dengan satu macam bunga saja, ia akan terlihat kaku dan tidak indah untuk terus dipandang mata.
Islam adalah agama yang menghargai keragaman, karena dalam keragaman ada keindahan dan kesempurnaan. Allah Swt, Maha Kuasa telah menciptakan manusia sebagai makhluk yang bukan dalam satu warna kulit, bentuk dan panjang tubuh, warna rambut dan bola mata. Karena dalam keragaman itulah kuasa Allah lebih dahsyat.
Islam juga adalah agama yang menghargai keragaman dalam berfikir, berpendapat, bersikap dan dalam mengambil tindakan.

Perbedaan “Khilaf” dan “Ikhtilaf”
Islam menghendaki ikhtilaf namun tidak menghendaki khilaf. Karena ikhtilaf terpuji, lain halnya dengan khilaf. 
- Khilaf artinya: berlawanan atau bertentangan. Ia menghendaki perselisihan yang membawa kepada pertikaian dan permusuhan. 
- Sedangkan ikhtilaf artinya: tidak sepakat, tidak sama, atau keragaman. 
Karena itu khilaf harus dihindari, sedangkan ikhtilaf kelaziman yang tidak mungkin dihindari.

Ikhtilaf adalah Kehendak Allah Swt dan Rasul Saw.Keragaman dalam berpendapat merupakan kehendak Allah Saw dan Rasululullah Saw. Mungkin pernyataan ini sedikit membingungkan. Tapi ini adalah kenyataan. Ketika Allah berfirman: “Dan wanita-wanita yang diceraikan hendaknya berdiam diri selama 3 masa Quru’” (Al Baqarah: 228). 
Dalam menyikapi firman-Nya ini, para sahabat berbeda berpendapat:
- Umar bin Khattab, Ibnu Mas’ud dan Abu Musa Al Asy’ari berpendapat Quru’ adalah masa haidh, sedangkan 
- Aisyah, Ibnu Umar, Zaid bin Tsabit berpendapat Quru’ adalah masa suci.

Bahkan sebelum ayat tersebut diturunkan, kata Quru’ telah dikenal oleh bangsa Arab bahwa ia memiliki dua arti; masa suci dan masa kotor. Bukankah Allah Swt Maha Tahu perbedaan ini telah terjadi? Namun Allah Swt tidak mengatakan dengan Sharih apa yang dimaksudkan dengan kata-kata Quru’. Ini menunjukkan bahwa Allah Swt dengan hikmah-Nya memang menghendaki adanya perbedaan pendapat di kalangan para mujtahid dalam masalah ini.

Demikian pula, ketika Rasulullah Saw bersabda kepada para sahabat: Janganlah kalian shalat Ashar melainkan di Bani Quraizhah. Para sahabat dengan segera berusaha untuk menjangkau Bani Quraizhah sebelum Ashar, namun ketika tiba waktu Ashar mereka masih dalam perjalanan. Sebahagian mereka mengatakan: kita tidak boleh shalat Ashar kecuali di Bani Quraizhah, karena ini adalah perintah Rasulullah Saw. Namun, sebahagian lagi mengatakan: tidak, kita harus shalat Ashar di manapun kita berada apa bila tiba waktunya, Rasulullah Saw berkata demikian karena menghendaki agar kita segera sampai ke Bani Quraizhah. Maka sebahagian dari mereka ada yang shalat Ashar dan sebahagian yang lain tidak. Ketika sampai di Bani Quraizhah mereka mengadukan perkara ini kepada Rasulullah Saw. Rasulullah Saw tersenyum dan membenarkan kedua belah pihak.

Toleransi Para Ulama dalam masalah-masalah ikhtilaf.
Para Ulama dari sejak masa Salaf, baik di kalangan sahabat, tabi’in dan tabi’ tabi’in telah banyak berikhtilaf. Bahkan hal ini telah terjadi dari sejak Rasulullah Saw masih hidup. Tapi tidak ada seorangpun diantara mereka yang saling menuding salah, fasiq atau kafir kepada orang yang bertentangan dengan pendapatnya.

Dalam beberapa masalah mawarits terjadi ikhtilaf sahabat antara Zaid bin Tsabit dan Ibnu mas’ud atau yang lainnya. Sebagaimana di kalangan sahabat ada yang membaca Basmalah di awal al Fatihah dan ada pula yang tidak membacanya, ada yang membaca dengan sir ada pula yang membaca dengan jahar.

Imam Asy Syafi’I pernah jadi imam Shubuh di Iraq dekat maqam Abu Hanifah, dan beliau tidak berqunut sebagai penghormatan kepada Abu Hanifah dan pengikut-pengikutnya.

Imam Ahmad bin Hanbal termasuk yang berpendapat wajib berwudhu’ karena bekam dan darah yang keluar dari hidung (mimisan). Lalu beliau ditanya: Apa pendapat engkau jika imam shalat keluar darah dan dia tidak kembali berwudhu, apakah engkau akan shalat di belakangnya? Beliau menjawab: bagaimana saya tidak shalat di belakang imam Malik dan Sa’id bin Musayyib?

Jadi kesimpulannya, ikhtilaf telah terjadi dari sejak 3 abad sebaik-baik masa umat ini (Khairu Qurunil Ummah).

Adalah sikap monumental Imam Malik bin Anas patut dijadikan contoh. Selesai beliau menulis kitab Muwaththa’ atas perintah Khalifah dinasti Abbasiah Abu Jakfar Al Manshur, adalah khalifah berkeinginan agar Muwaththa’ menjadi satu-satunya Qanun Negara Islam di waktu itu, dan semua pendapat yang bertentangan ditiadakan. Imam Malik menulis surat yang isinya menolak hal tersebut: Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya sebelumku para sahabt telah berikhtilaf, dan murid-murid mereka telah meriwayatkan hadits-hadits, dan setiap kaum telah mengambil pendapat-pendapat yang terdahulu sampai ke telinga mereka, biarkanlah setiap negeri mengambil pendapat yang sesuai dengan mereka.

Jadi kesimpulannya, ikhtilaf telah terjadi dari sejak 3 abad sebaik-baik masa umat ini (Khairu Qurunil Ummah).

Bahkan Dr. Yusuf Al Qaradhawy mengatakan: bahwa ikhtilaf pun terjadi di kalangan Nabi dan Malaikat. Adalah Nabi Musa As berikhtilaf dengan Nabi Harun As hingga Nabi Musa As menarik jenggot Nabi Harun As ketika mendapatkan Bani Israil menyembah anak lembu buatan Samiry.

Begitupula ikhtilaf Malaikat Rahmat dan Malaikat Azab terhadap seorang pemuda yang sedang bertaubat yang meninggal dalam perjalanan menuju ke negeri yang baik, apakah diputuskan berdasarkan amalan zhahirnya, ataukah berdasarkan niyatnya.

Ikhtilaf adalah Kekayaan Syari’at Islam
Banyak pendapat dalam syri’at Islam merupakan mutiara-mutiara yang tidak ternilai harganya. Karena ia akan menjadikan ilmu Fiqh itu terus tumbuh dan berkembang, karena setiap pendapat yang diputuskan berdasarkan kepada dalil-dalil dan qa’idah-qa’idah yang telah diambil istinbathnya, lalu diijtihadkan, ditimbang-timbang kekuatan dalilnya, ditarjihkan kemudian diterapkan pada masalah-masalah yang serupa dengannya (Qiyas).

Perbedaan metode pengambilan dalil dan istinbatnya menghasilkan mutiara-mutiara yang sangat berharga, dari madrasah logika, ke madrasah hadits, madrasah ahlul Zhawahir ke madrasah yang sangat moderat. Kalau setiap madrasah ini bisa diambil hal-hal positifnya tentu fiqh akan mencapai masa kematangannya. Inilah yang dilakukan oleh ulama-ulama kita di masa ini dalam muktamar-muktamar internasional.

Sebab-sebab Ikhtilaf
Banyak faktor penyebab timbulnya ikhtilaf di kalangan ulama, diantaranya: masalah metodologi berfikir yang berbeda, masalah bahasa, apakah kata-kata ini hakikat atau majaz, difahami secara manthuq atau mafhum. Masalah hadits yang shahih menurut sebahagian kelompok, namun tidak shahih menurut yang lain, atau ada sebahagian kaum yang sampai kepada mereka sebuah hadits, sedangkan kaum lain tidak sampai. Ada pula dalil yang dijadikan hujjah oleh sebuah kaum, namun menurut kaum yang lain tidak.

Keragaman dalam “Furu’ ” adalah Rahmat
Umar bin Abdul Aziz mengatakan: bagiku tidaklah indah jika para sahabat sepakat dalam satu pendapat, karena kalau demikian tidak ada rukhsah (keringanan) dalam agama ini.

Ikhtilaf dalam masalah furu’ adalah rahmat, karena dalam berbagai kondisi yang sulit kita bisa mengambil pendapat yang menyelamatkan kita dari kemudharatan.

Namun keragaman dalam ushul tidaklah terpuji. Terutama dalam masalah ushul yang asasiyah. Seperti ke Esaan Allah, bahwa Nabi Muhammad Saw adalah Nabi terakhir, Ka’bah adalah kiblat, shalat, zakat, puasa Ramadhan, dan haji bagi yang mampu adalah wajib.

Bahaya menuduh Kafir bagi orang Muslim
Seorang muslim hendaknya menjaga diri dari menuduh saudaranya yang muslim dari kata-kata kafir, fasiq, bid’ah, musyrik dan yang seumpamanya, karena kalimat itu akan berlaku kepada orang yang dituduhnya. Apabila benar, maka berlakulah sesuai dengan sifat yang dituduhkan, namun bila tidak maka kata-kata tersebut akan kembali kepada orang yang mengatakannya, karena ia menjadi orang yang paling berhak dengan tuduhan yang mengada-ngada itu.
Dalam hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari dari Abu Hurairah Ra, Rasulullah Saw bersabda: “Jika seseorang menuduh saudaranya dengan engatakan “Kafir” maka berlakulah kata tersebut pada salah seorang diantaranya”.

Dan dalam shahihnya juga dari Abu Dzar Ra, bahwa dia mendengar Rasulullah Saw bersabda: “Tidaklah seseorang menuduh saudaranya dengan kata-kata “Fasiq” atau “Kafir” melainkan kata-kata tersebut kembali keatasnya, jika saudaranya tidak demikian”.

Namun perlu ditambahkan pula, bahwa hal tersebut terjadi bila yang menuduh itu tidak bertakwil terhadap ucapannya, bila dia bertakwil maka dia tidak menjadi kafir murtad, akan tetapi dia tetap berdosa besar.

Begitu pula dalam hadits yang diriwayatkan oleh Thabrani dari Ibnu Umar Ra bahwa Rasulullah Saw bersabda: “Jagalah kehormatan orang-orang yang menyebut Laa Ilaaha Illallah, jangan kamu kafirkan mereka hanya karena satu dosa. Barang siapa yang mengkafirkan mereka sesungguhnya mereka kepada kekafiran lebih dekat”.

Penutup
Banyaknya mazhab fiqh dan kelompok dakwah dalam Islam merupakan keistimewaan agam Islam, selama manhaj mereka adalah untuk berkhidmah kepada Islam dan umatnya.

Kita tidak bisa mengajak semua orang untuk tunduk dalam satu gerakan atau satu jema’ah yang mengumpulkan semua da’I dalam wadahnya dibawah satu kepemimpinan dan satu manhaj, karena halangan dan tantangan pasti akan menghampiri kita. Tapi biarkanlah keragaman itu ada, bila digunakan untuk membela agama, selama keragaman itu menyangkut masalah teknis dan spesialis, bukan keragaman yang saling menuding dan bermusuhan.

Dan kewajiban atas semua jama’ah tersebut untuk saling membantu, saling menyempurnakan, menguatkan dan menyokong satu sama lainnya dalam meghadapi segala problematika umat yang mana ia adalah permasalahan bersama.

Hendaknya kita saling membantu pada setiap permasalahan yang menjadi titik kesepakatan, dan saling memaafkan pada setiap permasalahan yang menjadi titik perbedaan.

Ingat dan camkanlah firman Allah berikut ini:
﴿مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ وَالَّذِيْنَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ﴾
“Muhammad adalah utusan Allah, dan orang-orang yang bersama dengan dia bersikap keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih saying sesame mereka”. (QS. Al Fath: 29)

Sumber: http://awwaluzzikri.multiply.com/reviews/item/11

Rabu, 22 Februari 2012

Kisah Nabi Musa Dan Kezaliman Raja Fir'aun

Kisah Nabi Musa Dan Kezaliman Raja Fir'aun

Nabi Musa A.S. adalah seorang bayi yang dilahirkan dikalangan Bani Israil yang pada ketika itu dikuasai oleh Raja Firaun yang bersikap kejam dan zalim. Nabi Musa bin Imron bin Qahat bin Lawi bin Yaqub adalah beribukan Yukabad.Setelah meningkat dewasa Nabi Musa telah beristerikan dengan puteri Nabi Syuaib yaitu Shafura.

Kelahiran Musa Dan Pengasuhnya

Raja Firaun yang memerintah Mesir sekitar kelahirannya Nabi Musa, adalah seorang raja yang zalim, kejam dan tidak berperikemanusiaan. Ia memerintah negaranya dengan kekerasan, penindasan dan melakukan sesuatu dengan sewenang-wenangnya.

Rakyatnya hidup dalam ketakutan dan rasa tidak aman tentang jiwa dan harta benda mereka, terutama Bani Israil yang menjadi hamba kekejaman, kezaliman dan bertindak sewenang-wenangnya dari raja dan orang-orangnya.

Mereka merasa tidak tenteram dan selalu dalam keadaan gelisah, walau pun berada dalam rumah mereka sendiri. Mereka tidak berani mengangkat kepala bila berhadapan dengan seorang hamba raja dan berdebar hati mereka karena ketakutan bila kedengaran suara pegawai-pegawai kerajaan lalu di sekitar rumah mereka, apalagi bunyi kasut mrk sudah terdengar di depan pintu.

Raja Firaun yang sedang mabuk kuasa yang tidak terbatas itu, bergelimpangan dalam kenikmatan dan kesenangan duniawi yang tiada taranya, bahkan mengumumkan dirinya sebagai tuhan yang harus disembah oleh rakyatnya. Pada suatu hari beliau telah terkejut oleh ramalan oleh seorang ahli nujum kerajaan yang dengan tiba-tiba dtg menghadap raja dan memberitahu bahwa menurut firasatnya falaknya, seorang bayi lelaki akan dilahirkan dari kalangan Bani Israil yang kelak akan menjadi musuh kerajaan dan bahkan akan membinasakannya.

Raja Firaun segera mengeluarkan perintah agar semua bayi lelaki yang dilahirkan di dalam lingkungan kerajaan Mesir dibunuh dan agar diadakan pengusutan yang teliti sehingga tiada seorang pun dari bayi lelaki, tanpa terkecuali, terhindar dari tindakan itu. Maka dilaksanakanlah perintah raja oleh para pengawal dan tenteranya. Setiap rumah dimasuki dan diselidiki dan setiap perempuan hamil menjadi perhatian mereka pada saat melahirkan bayinya.

Raja Firaun menjadi tenang kembali dan merasa aman tentang kekebalan kerajaannya setelah mendengar para anggota kerajaannya, bahwa wilayah kerajaannya telah menjadi bersih dan tidak seorang pun dari bayi laki-laki yang masih hidup. Ia tidak mengetahui bahwa kehendak Allah tidak dpt dibendung dan bahwa takdirnya bila sudah difirman "Kun" pasti akan wujud dan menjadi kenyataan "Fayakun". Tidak sesuatu kekuasaan bagaimana pun besarnya dan kekuatan bagaimana hebatnya dapat menghalangi atau mengagalkannya.

Raja Firaun sesekali tidak terlintas dalam fikirannya yang kejam dan zalim itu bahwa kerajaannya yang megah, menurut apa yang telah tersirat dalam Lauhul Mahfudz, akan ditumbangkan oleh seorang bayi yang justeru diasuh dan dibesarkan di dalam istananya sendiri akan diwarisi kelak oleh umat Bani Israil yang dimusuhi, dihina, ditindas dan disekat kebebasannya. Bayi asuhnya itu ialah laksana bunga mawar yang tumbuh di antara duri-duri yang tajam atau laksana fajar yang timbul menyingsing dari tengah kegelapan yang mencekam.

Yukabad, isteri Imron bin Qahat bin Lawi bin Yaqub sedang duduk seorang diri di salah satu sudut rumahnya menanti dtgnya seorang bidan yang akan memberi pertolongan kepadanya melahirkan bayi dari dalam kandungannya itu.
Bidan dtg dan lahirlah bayi yang telah dikandungnya selama sembilan bulan dalam keadaan selamat, segar dan sihat afiat. Dengan lahirnya bayi itu, maka hilanglah rasa sakit yang luar biasa dirasai oleh setiap perempuan yang melahirkan namun setelah diketahui oleh Yukabad bahwa bayinya adalah lelaki maka ia merasa takut kembali. Ia merasa sedih dan khuatir bahwa bayinya yang sgt disayangi itu akan dibunuh oleh orang-orang Firaun. Ia mengharapkan agar bidan itu merahsiakan kelahiran bayi itu dari sesiapa pun. Bidan yang merasa simpati terhadap bayi yang lucu dan bagus itu serta merasa betapa sedih hati seorang ibu yang akan kehilangan bayi yang baru dilahirkan memberi kesanggupan dan berjanji akan merahsiakan kelahiran bayi itu.

Setelah bayi mencapai tiga bulan, Yukabad tidak merasa tenang dan selalu berada dalam keadaan cemas dan khuatir terhadap keselamatan bayinya. Allah memberi ilham kepadanya agar menyembunyikan bayinya di dalam sebuah peti yang tertutup rapat, kemudian membiarkan peti yang berisi bayinya itu terapung di atas sungai Nil. Yukabad tidak boleh bersedih dan cemas ke atas keselamatan bayinya karena Allah menjamin akan mengembalikan bayi itu kepadanya bahkan akan mengutuskannya sebagai salah seorang rasul.

Dengan bertawakkal kepada Allah dan kepercayaan penuh terhadap jaminan Illahi, mak dilepaskannya peti bayi oleh Yukabad, setelah ditutup rapat dan dicat dengan warna hitam, terapung dipermukaan air sungai Nil. Kakak Musa diperintahkan oleh ibunya untuk mengawasi dan mengikuti peti rahsia itu agar diketahui di mana ia berlabuh dan ditangan siapa akan jatuh peti yang mengandungi erti yang sgt besar bagi perjalanan sejarah umat manusia.
Alangkah cemasnya hati kakak Musa, ketika melihat dari jauh bahwa peti yang diawasi itu, dijumpai oleh puteri raja yang kebetulan berada di tepi sungai Nil bersantai bersama beberapa dayangnya dan dibawanya masuk ke dalam istana dan diserahkan kepada ibunya, isteri Firaun. Yukabad yang segera diberitahu oleh anak perempuannya tentang nasib peti itu, menjadi kosonglah hatinya karena sedih dan cepat serta hampir saja membuka rahsia peti itu, andai kata Allah tidak meneguhkan hatinya dan menguatkan hanya kepada jaminan Allah yang telah dinerikan kepadanya.

Raja Firaun ketika diberitahu oleh Aisah, isterinya, tentang bayi laki-laki yang ditemui di dalam peti yang terapung di atas permukaan sungai Nil, segera memerintahkan membunuh bayi itu seraya berkata kepada isterinya: "Aku khawatir bahwa inilah bayi yang diramalkan, yang akan menjadi musuh dan penyebab kesedihan kami dan akan membinasakan kerajaan kami y besar ini." Akan tetapi isteri Firaun yang sudah terlanjur menaruh simpati dan sayang terhadap bayi yang lucu dan manis itu, berkata kepada suaminya: "Janganlah bayi yang tidak berdosa ini dibunuh. Aku sayang kepadanya dan lebih baik kami ambil dia sebagai anak, kalau-kalau kelak ia akan berguna dan bermanfaat bagi kami. Hatiku sgt tertarik kepadanya dan ia akan menjadi kesayanganku dan kesayangmu". Demikianlah jika Allah Yang Maha Kuasa menghendaki sesuatu maka dilincinkanlah jalan bagi terlaksananya takdir itu. Dan selamatlah nyawa putera Yukabad yang telah ditakdirkan oleh Allah untuk menjadi rasul-Nya, menyampaikan amanat wahyu-Nya kepada hamba-hamba-Nya yang sudah sesat.

Nama Musa yang telah diberikan kepada bayi itu oleh keluarga Firaun, berarti air dan pohon {Mu=air , Sa=pohon} sesuai dengan tempat ditemukannya peti bayi itu. Didatangkanlah kemudian ke istana beberapa inang untuk menjadi ibu susuan Musa. Akan tetapi setiap inang yang mencoba dan memberi air susunya ditolak oleh bayi yang enggan menyedut dari setiap tetk yang diletakkan ke bibirnya. Dalam keadaan isteri Firaun lagi bingung memikirkan bayi pungutnya yang enggan menetek dari sekian banyak inang yang didatangkan ke istana, datanglah kakak Musa menawarkan seorang inang lain yang mungkin diterima oleh bayi itu.

Atas pertanyaan keluarga Firaun, kalau-kalau ia mengenal keluarga bayi itu, berkatalah kakak Musa: "Aku tidak mengenal siapakah keluarga dan ibu bayi ini. Hanya aku ingin menunjukkan satu keluarga yang baik dan selalu rajin mengasuh anak, kalau-kalau bayi itu dpt menerima air susu ibu keluarga itu".
Anjuran kakak Musa diterima oleh isteri Firaun dan seketika itu jugalah dijemput ibu kandung Musa sebagai inang bayaran. Maka begitu bibir sang bayi menyentuh tetek ibunya, disedutlah air susu ibu kandungnya itu dengan sgt lahapnya. Kemudian diserahkan Musa kepada Yukabad ibunya, untuk diasuh selama masa menetek dengan imbalan upah yang besar. Maka dengan demikian terlaksanalah janji Allah kepada Yukabad bahwa ia akan menerima kembali puteranya itu.

Setelah selesai masa meneteknya, dikembalikan Musa oleh ibunya ke istana, di mana ia di asuh, dibesar dan dididik sebagaimana anak-anak raja yang lain. Ia mengenderai kenderaan Firaun dan berpakaian sesuai dengan cara-cara Firaun berpakaian sehingga ia dikenal orang sebagai Musa bin Firaun.

Musa keluar dari Mesir

Sejak ia dikembali ke istana oleh ibunya setelah disusui, Musa hidup sebagai slah seorang drp keluarga kerajaan hingga mencapai usia dewasanya, dimana ia memperolehi asuhan dan pendidikan sesuai dengan tradisi istana. Allah mengurniakannya hikmah dan pengetahuan sebagai persiapan tugas kenabian dan risalah yang diwahyukan kepadanya. Di samping kesempurnaan dan kekuatan rohani, ia dikurniai oleh Allah kesempurnaan tubuh dan kekuatan jasmani.
Musa mengetahui dan sedar bahwa ia hanya seorang anak pungut di istana dan tidak setitik darah Firaun pun mengalir di dalam tubuhnya dan bahwa ia adalah keturunan Bani Israil tg ditindas dan diperlakukan sewenang-wenangnya oleh kaum Firaun. Karenanya ia berjanji kepada dirinya akan menjadi pembela kepada kamunya yang tertindas dan menjadi pelindung bagi golongan yang lemah yang menjadi sasaran kezaliman dan keganasan para penguasa. Demikianlah maka terdorong oleh rasa setia kawannya kepada orang-orang yang madhlum dan teraniaya, terjadilah suatu peristiwa yang menyebabkan ia terpaksa meninggalkan istana dan keluar dari Mesir.

Peristiwa itu terjadi ketika Musa sedang berjalan-jalan di sebuah lorong di waktu tengahari di mana keadaan kota sunyi sepi ketika penduduknya sedang tidur siang, Ia melihat kedua berkelahi seorang dari golongan Bani Israil bernama Samiri dan seorang lagi dari kaum Firaun bernama Fatun. Musa yang mendengar teriakan Samiri mengharapkan akan pertolongannya terhadap musuhnya yang lebih kuat dan lenih besar itu, segera melontarkan pukulan dan tumbukannya kepada Fatun yang seketika itu jatuh rebah an menghembuskan nafasnya yang terakhir.

Musa terkejut melihat Fatun, orang Firaun itu mati karena tumbukannya yang tidak disengajakan dn tidak akan mengharapkan membunuhnya. Ia merasa berdoa dan beristighfar kepada Allah memohon ampun diatas perbuatannya yang tidak sengaja, telah melayang nyawa salah seorang drp hamba-hamba-Nya.
Peristiwa matinya Fatun menjadi perbualan ramai dan menarik para penguasa kerajaan yang menduga bahwa pasti orang-orang Israillah yang melakukan perbunuhan itu. Mereka menuntut agar pelakunya diberi hukuman yang berat , bila ia tertangkap.

Anggota dan pasukan keamanan negara di hantarkan ke seluruh pelusuk kota mencari jejak orang yang telah membunuh Fatun, yang sebenarnya hanya diketahui oleh Samiri dan Musa shj. akan tetapi, walaupun tidak orang ketiga yang menyaksikan peristiwa itu, Musa merasa cemas dan takut dan berada dalam keadaan bersedia menghadapi akibat perbuatannya itu bila sampai tercium oleh pihak penguasa.

Alangkah malangnya nasib Musa yang sudah cukup berhati-hati menghindari kemungkinan terbongkarnya rahsia pembunuhan yang ia lakukan tatkala ia terjebat lagi tanpa disengajakan dalam suatu perbuatan yang menyebabkan namanya disebut-sebut sebagai pembunuh yang dicari. Musa bertemu lagi dengan Samiri yang telah ditolongnya melawan Fatun, juga dalam keadaan berkelahi untuk kali keduanya dengan salah seorang dari kaum Firaun. Melihat Musa berteriaklah Samiri meminta pertolongannya. Musa menghampiri mereka yang sedang berkelahi seraya berkata menegur Samiri: " Sesungguhnya engkau adalah seorang yang telah sesat."

Samiri menyangkal bahwa Musa akan membunuhnya ketika ia mendekatinya, lalu berteriaklah Samiri berkata: "Apakah engkau hendak membunuhku sebagaimana engkau telah membunuh seorang kelmarin? Rupanya engkau hendak menjadi seorang yang sewenang-wenang di negeri ini dan bukan orang yang mengadilkan kedamaian".

Kata-kata Samiri itu segera tertangkap orang-orang Firaun, yang dengan cepat memberitahukannya kepada para penguasa yang memang sedang mencari jejaknya. Maka berundinglah para pembesar dan penguasa Mesir, yang akhirnya memutuskan untuk menangkap Musa dan membunuhnya sebagai balasan terhadap matinya seorang dari kalangan kaum Firaun.
Selagi orang-orang Firaun mengatur rancangan penangkapan Musa, seorang lelaki slah satu daripada sahabatnya datang dari hujung kota memberitahukan kepadanya dan menasihatkan agar segera meninggalkan Mesir, karena para penguasa Mesir telah memutuskan untuk membunuhnya apabila ia ditangkap. lalu keluarlah Musa terburu-buru meninggalkan Mesir, ssebelum anggota polis sempat menutup serta menyekat pintu-pintu gerbangnya.

Musa bertemu Jodoh di kota Madyan

Dengan berdoa kepada Allah: "Ya Tuhanku selamatkanlah aku dari segala tipu daya orang-orang yang zalim" keluarlah Nabi Musa dari kota Mesir seorang diri, tiada pembantu selain inayahnya Allah tiada kawan selain cahaya Allah dan tiada bekal kecuali bekal iman dan takwa kepada Allah. Penghibur satu-satunya bagi hatinya yang sedih karena meninggalkan tanahi airnya ialah bahwa ia telah diselamatkan oleh Allah dari buruan kaum firaun yang ganas dan kejam itu.

Setelah menjalani perjalanan selama lapan hari lapan malam dengan berkaki ayam {tidak berkasut} sampai terkupas kedua kulit tapak kakinya, tibalah Musa di kota Madyan yaitu kota Nabi Syuaib yang terletak di timur jazirah Sinai dan teluk Aqabah di selatan Palestin.

Nabi Musa beristirehat di bawah sebuah pokok yang rendang bagi menghilangkan rasa letihnya karena perjalanan yang jauh, berdiam seorang diri karena nasibnya sebagai salah seorang bekas anggota istana kerajaan yang menjadi seorang pelarian dan buruan. Ia tidak tahu ke mana ia harus pergi dan kepada siapa ia harus bertamu, di tempat di mana ia tidak mengenal dan dikenal orang, tiada sahabat dan saudara. Dalam keadaan demikian terlihatlah olehnya sekumpulan penggembala berdesak-desak mengelilingi sebuah sumber air bagi memberi minum ternakannya masing-masing, sedang tidak jauh dari tempat sumber air itu berdiri dua orang gadis yang menantikan giliran untuk memberi minuman kepada ternakannya, jika para penggembala lelaki itu sudah selesai dengan tugasnya.

Musa merasa kasihan melihat kepada dua orang gadis itu yang sedang menanti lalu dihampirinya dan ditanya : "Gerangan apakah yang kamu tunggu di sini?" Kedua gadis itu menjawab: "Kami hendak mengambil air dan memberi minum ternakan kami namun kami tidak dapat berdesak dengan lelaki yang masih berada di situ. Kami menunggu sehingga mereka selesai memberi minum ternakan mereka. Kami harus lakukan sendiri pekerjaan ini karena ayah kami sudah lanjut usianya dan tidak dapat berdiri, jangan lagi datang ke mari". Lalu tanpa mengucapkan sepatah kata dua pun diambilkannyalah timba kedua gadis itu oleh Musa dan sejurus kemudian dikembalikannya kepada mrk setelah terisi air penuh sedang sekeliling sumber air itu masih padat di keliling para pengembala.

Setibanya kedua gadis itu di rumah berceritalah keduanya kepada ayah mrk tentang pengalamannya dengan Nabi Musa yang karena pertolongannya yangbtidak diminta itu mrk dapat lebih cepat kembali ke rumah drp biasa. Ayah kedua gadis yang bernama Syuaib itu tertarik dengan cerita kedua puterinya. Ia ingin berkenalan dengan orang yang baik hati itu yang telah memberi pertolongan tanpa diminta kepada kedua puterinya dan sekaligus menytakan terimakasih kepadanya. Ia menyuruh salah seorang dari puterinya itu pergi memanggilkan Musa dan mengundangnya datang ke rumah.

Dengan malu-malu pergilah puteri Syuaib menemui Musa yang masih berada di bawah pohon yang masih melamun. Dalam keadaan letih dan lapar Musa berdoa: "Ya Tuhanku aku sangat memerlukan belas kasihmu dan memerlukan kebaikan sedikit brg makanan yang Engkau turunkan kepadaku."
Berkatalah gadis itu kepada Musa memotong lamunannya: "Ayahku mengharapkan kedatanganmu ke rumah untuk berkenalan dengan engkau serta memberi engkau sekadar upah atas jasamu menolong kami mendapatkan air bagi kami dan ternakan kami."

Musa sebagai perantau yang masih asing di negeri itu, tiada mengenal dan dikenali orang tanpa berfikir panjang menerima undangan gadis itu dengan senang hati. Ia lalu mengikuti gadis itu dari belakang menuju ke rumah ayahnya yang bersedia menerimanya dengan penuh ramah-tamah, hormat dan mengucapkan terimakasihnya.
Dalam berbincang-bincang dab bercakap-cakap dengan Syuaib ayah kedua gadis yang sudah lanjut usianya itu Musa mengisahkan kepadanya peristiwa yang terjadi pd dirinya di Mesri sehingga terpaksa ia melarikan diri dan keluar meninggalkan tanah airnya bagi mengelakkan hukuman penyembelihan yang telah direncanakan oleh kaum Firaun terhadap dirinya.

Berkata Syuaib setelah mendengar kisah tamunya: "Engkau telah lepas dari pengejaran dari orang-orang yang zalim dan ganas itu adalah berkat rahmat Tuhan dan pertolongan-Nya. Dan engkau sudah berada di sebuah tempat yang aman di rumah kami ini, di man engkau akan tinggallah dengan tenang dan tenteram selama engkau suka."

Dalam pergaulan sehari-hari selama ia tinggal di rumah Syuaib sebagai tamu yang dihormati dan disegani Musa telah dapat menawan hati keluarga tuan rumah yang merasa kagum akan keberaniannya, kecerdasannya, kekuatan jasmaninya, perilakunya yang lemah lembut, budi perkertinya yang halus serta akhlaknya yang luhur. Hal mana telah menimbulkan idea di dalam hati salah seorang dari kedua puteri Syuaib untuk mempekerjakan Musa sebagai pembantu mereka. Berkatalah gadis itu kepada ayahnya: "wahai ayah! Ajaklah Musa sebagai pembantu kami menguruskan urusan rumahtangga dan penternakan kami. Ia adalah seorang yang kuat badannya, luhur budi perkertinya, baik hatinya dan boleh dipercayai."

Saranan gadis itu disepakati dan diterima baik oleh ayahnya yang memang sudah menjadi pemikirannya sejak Musa tinggal bersamanya di rumah, menunjukkan sikap bergaul yang manis perilaku yang hormat dab sopan serta tangan yang ringan suka bekerja, suka menolong tanpa diminta.

Diajaklah Musa berunding oleh Syuaib dan berkatalah kepadanya: "Wahai Musa! Tertarik oleh sikapmu yang manis dan cara pergaulanmu yang sopan serta akhlak dan budi perkertimu yang luhur, selama engkau berada di rumah ini kami dan mengingat akan usiaku yang makin hari makin lanjut, maka aku ingin sekali mengambilmu sebagai menantu, mengahwinkan engkau dengan salah seorang dari kedua gadisku ini. Jika engkau dengan senang hati menerima tawaranku ini, maka sebagai maskahwinnya, aku minta engkau bekerja sebagai pembantu kami selama lapan tahun menguruskan penternakan kami dan soal-soal rumahtangga yang memerlukan tenagamu. Dan aku sangat berterima kasih kepada mu bila engkau secara suka rela mahu menambah dua tahun di atas lapan tahun yang menjadi syarat mutlak itu."

Nabi Musa sebagai buruan yang lari dari tanah tumpah darahnya dan berada di negeri orang sebagai perantau, tada sanak saudara, tiada sahabat telah menerima tawaran Syuaib iut sebagai kurniaan dari Tuhan yang akan mengisi kekosongan hidupnya selaku seorang bujang yang memerlukan teman hidup untuk menyekutunya menanggung beban penghidupan dengan segala duka dan dukanya. Ia segera tanpa berfikir panjang berkata kepada Syuaib: "Aku merasa sgt bahagia, bahwa pakcik berkenan menerimaku sebagai menantu, semuga aku tidak menghampakan harapan pakcik yang telah berjasa kepada diriku sebagai tamu yang diterima dengan penuh hormat dan ramah tamah, kemudian dijadikannya sebagai menantu, suami kepada anak puterinya. Syarat kerja yang pakcik kemukakan sebagai maskahwin, aku setujui dengan penuh tanggungjawab dab dengan senang hati."

Setelah masa lapan tahun bekerja sebagai pembantu Syuaib ditambah dengan suka rela dilampaui oleh Musa, dikahwinkanlah ia dengan puterinya yang bernama Shafura. Dan sebagai hadiah perkahwinan diberinyalah pasangan penganti baru itu oleh Syuaib beberapa ekor kambing untuk dijadikan modal pertama bagi hidupnya yang baru sebagai suami-isteri. Pemberian beberpa ekor kambing itu juga merupakan tanda terimaksih Syuaib kepada Musa yang selama ini di bawah pengurusannya, penternakan Syuaib menjadi berkembang biak dengan cepatnya dan memberi hasil serta keuntungan yang berlipat ganda.

Musa A.S. pulang ke Mesir dan menerima Wahyu

Sepuluh tahun lebih Musa meninggalkan Mesir tanah airnya, sejak ia melarikan diri dari buruan kaum Firaun. Suatu waktu yang cukup lama bagi seseorang dpt bertahan menyimpan rasa rindunya kepada tanah air, tempat tumpah darahnya , walaupun ia tidak pernah merasakan kebahagiaan hidup di dalam tanah airnya sendiri. Apa lagi seorang seperti Musa yang mempunyai kenang-kenangan hidup yang seronok dan indah selama ia berada di tanah airnya sendiri selaku seorang dari keluarga kerajaan yang megah dan mewah, maka wajarlah bila ia merindukan Mesir tanah tumpah darahnya dan ingin pulang kembali setelah ia beristerikan Shafura, puteri Syuaib.

Bergegas-gegaslah Musa berserta isterinya mengemaskan barang dan menyediakan kenderaan lalu meminta diri dari orang tuanya dan bertolaklah menuju ke selatan menghindari jalan umum supaya tidak diketahui oleh orang-orang Firaun yang masih mencarinya.

Setibanya di "Thur Sina" tersesatlah Musa kehilangan pedoman dan bingung manakah yang harus ia tempuh. Dalam keadaan demikian terlihatlah oleh dia sinar api yang nyala-nyala di atas lereng sebuah bukit. Ia berhenti lalu lari ke jurusan api itu seraya berkata kepada isterinya: "Tinggallah kamu disini menantiku. Aku pergi melihat api yang menyala di atas bukit itu dan segera aku kembali. Mudah-mudahan aku dapat membawa satu berita kepadamu dari tempat api itu atau setidak-tidaknya membawa sesuluh api bagi menghangatkan badanmu yang sedang menggigil kesejukan."

Tatkala Musa sampai ke tempat api itu terdengar oleh dia suara seruan kepadanya datang dari sebatang pohon kayu di pinggir lembah yang sebelah kanannya pada tempat yang diberkahi Allah. Suara seruan yang didengar oleh Musa itu ialah: "Wahai Musa! Aku ini adalah Tuhanmu, maka tanggalkanlah kedua terompahmu. Sesungguhnya kamu berada di lembah yang suci Thuwa. Dan aku telah memilih kamu, maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan kepadamu. Sesungguhnya aku ini adalah Allah tiada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah solat untuk mengingat akan Aku."

Itulah wahyu yang pertama yang diterima langsung oleh Nabi Musa sebagai tanda kenabiannya, di mana ia telah dinyatakan oleh Allah sebagai rasul dan nabi-Nya yang dipilih Nabi Musa dalam kesempatan bercakap langsung dengan allah di atas bukit Thur Sina itu telah diberi bekal oleh Allah yang Maha Kuasa dua jenis mukjizat sebagai persiapan untuk menghadap kaum Firaun yang sombong dan zalim itu.
Bertanyalah Allah kepada Musa: "Apakah itu yang engkau pegang dengan tangan kananmu hai Musa!" Suatu pertanyaan yang mengadungi erti yang lebih dalam dari apa yang sepintas lalu dapat ditangkap oleh Nabi Musa dengan jawapannya yang sederhana. "Ini adalah tongkatku, aku bertelekan pdnya dan aku pukul daun dengannya untuk makanan kambingku. Selain itu aku dapat pula menggunakan tongkatku untuk keperluan-keperluan lain yang penting bagiku."

Maksud dan erti dari pertanyaan Allah yang nampak sederhana itu baru dimegertikan dan diselami oleh Musa setelah Allah memerintahkan kepadanya agar meletakkan tongkat itu di atas tanah, lalu menjelmalah menjadi seekor ular besar yang merayap dengan cepat sehingga menjadikan Musa lari ketakutan. Allah berseru kepadanya: "Peganglah ular itu dan jangan takut. Kami akan mengembalikannya kepada keadaan asal."
Maka begitu ular yang sedang merayap itu ditangkap dan dipegang oleh Musa, ia segera kembali menjadi tongkat yang ia terima dari Syuaib, mertuanya ketika ia bertolak dari Madyan.

Sebagai mukjizat yang kedua, Allah memerintahkan kepada Musa agar mengepitkan tangannya ke ketiaknya yang nyata setelah dilakukannya perintah itu, tangannya menjadi putih cemerlang tanpa cacat atau penyakit.

Musa diperintahkan berdakwah kepada Firaun

Raja Firaun yang telah berkuasa di Mesir telah lama menjalankan pemerintahan yang zalim, kejam dan ganas. Rakyatnya yang terdiri dari bangsa Egypt yang merupakan penduduk peribumi dan bangsa Israil yang merupakan golongan pendatang, hidup dalam suasana penindasan, tidak merasa aman bagi nyawa dan harta bendanya.
Tindakan sewenang-wenang dan pihak penguasa pemerintahan terutamanya ditujukan kepada Bani Israil yang tidak diberinya kesempatan hidup tenang dan tenteram. Mereka dikenakan kerja paksa dan diharuskan membayar berbagai pungutan yang tidak dikenakan terhadap penduduk bangsa Egypt, bangsa Firaun sendiri.

Selain kezaliman, kekejaman, penindasan dan pemerasan yang ditimpakan oleh Firaun atas rakyatnya, terutama kaum Bani Israil. ia menyatakan dirinya sebagai tuhan yang harus disembah dan dipuja. Dan dengan demikian ia makin jauh membawa rakyatnya ke jalan yang sesat tanpa pendoman tauhid dan iman, sehingga makin dalamlah mereka terjerumus ke lembah kemaksiatan dan kerusakan moral dan akhlak.
Maka dalam kesempatan bercakap-cakap langsung di bukit Thur Sina itu diperintahkanlah Musa oleh Allah untuk pergi ke Firaun sebagai Rasul-Nya, mengajakkan beriman kepada Allah, menyedarkan dirinya bahwa ia adalah makhluk Allah sebagaimana lain-lain rakyatnya, yang tidak sepatutnya menuntut orang menyembahnya sebagi tuhan dan bahawa Tuhan yang wajib disembah olehnya dan oleh semua manusia adalah Tuhan Yang Maha Esa yang telah menciptakan alam semesta ini.

Nabi Musa dalam perjalanannya menuju kota Mesir setelah meninggalkan Madyan, selalu dibayang oleh ketakutan kalau-kalua peristiwa pembunuhan yang telah dilakukan sepuluh tahun yang lalu itu, belum terlupakan dan masih belum hilang dari ingatan para pembesar kerajaan Firaun. Ia tidak mengabaikan kemungkinan bahwa mrk akan melakukan pembalasan terhadap perbuatan yang ia tidak sengaja itu dengan hukuman pembunuhan atas dirinya bila ia sudah berada di tengah-tengah mereka. Ia hanya terdorong rasa rindunya yang sangat kepada tanah tumpah darahnya dengan memberanikan diri kembali ke Mesir tanpa memperdulikan akibat yang mungkin akan dihadapi.

Jika pada waktu bertolak dari Madyan dan selama perjalannya ke Thur Sina. Nabi Musa dibayangi dengan rasa takut akan pembalasan Firaun, Maka dengan perintah Allah yang berfirman maksudnya :~
"Pergilah engkau ke Firaun, sesungguhnya ia telah melampaui batas, segala bayangan itu dilempar jauh-jauh dari fikirannya dan bertekad akan melaksanakan perintah Allah menghadapi Firaun apa pun akan terjadi pada dirinya. Hanya untuk menenterankan hatinya berucaplah Musa kepada Allah: "Aku telah membunuh seorang drp mereka , maka aku khuatir mereka akan membalas membunuhku, berikanlah seorang pembantu dari keluargaku sendiri, yaitu saudaraku Harun untuk menyertaiku dalam melakukan tugasku meneguhkan hatiku dan menguatkan tekadku menghadapi orang-orang kafir itu apalagi Harun saudaraku itu lebih petah {lancar} lidahnya dan lebih cekap daripada diriku untuk berdebat dan bermujadalah."

Allah berkenan mengabulkan permohonan Musa, maka digerakkanlah hati Harun yang ketika itu masih berada di Mesir untuk pergi menemui Musa mendampinginya dan bersama-sama pergilah mereka ke istana Firaun dengan diiringi firman Allah: "Janganlah kamu berdua takut dan khuatir akan disiksa oleh Firaun. Aku menyertai kamu berdua dan Aku mendengar serta melihat dan mengetaui apa yang akan terjadi antara kamu dan Firaun. Berdakwahlah kamu kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut sedarkanlah ia dengan kesesatannya dan ajaklah ia beriman dan bertauhid, meninggalkan kezalimannya dan kecongkakannya kalau-kalau dengan sikap yang lemah lembut daripada kamu berdua ia akan ingat pada kesesatan dirinya dan takut akan akibat kesombongan dan kebonmgkakannya."

Mujadalah (dialog) antara Musa dengan Firaun

Diperolehi kesempatan oleh Musa dan Harun, menemui raja Firaun yang menyatakan dirinya sebagai tuhan itu, setelah menempuh beberapa rintangan yang lazim dilampaui oleh orang yang ingin bertemu dengan raja pd waktu itu. Pertemuan Musa dan Harun dengan Firaun dihadiri pula oleh beberapa anggota pemerintahan dan para penasihatnya.
Bertanya Firaun kepada mereka berdua:: "Siapakah kamu berdua ini?"
Musa menjawab: "Kami, Musa dan Harun adalah pesuruh Allah kepadamu agar engkau membebaskan Bani Israil dari perhambaan dan penindasanmu dan menyerahkan meeka kepada kami agar menyebah kepada Allah dengan leluasa dan menghindari seksaanmu."

Firaun yang segera mengenal Musa berkata kepadanya: "Bukankah engkau adalah Musa yang telah kami mengasuhmu sejak masa bayimu dan tinggal bersama kami dalam istana sampai mencapai usia remajamu, mendapat pendidikan dan pengajaran yang menjadikan engkau pandai? Dan bukankah engkau yang melakukan pembunuhan terhadap diriseorang drp golongan kami? Sudahkah engkau lupa itu semuanya dan tidak ingat akan kebaikan dan jasa kami kepada kamu?"

Musa menjawab: "Bahwasanya engkau telah memeliharakan aku sejak masa bayiku, itu bukanlah suatu jasa yang dapat engkau banggakan. Karena jatuhnya aku ke dalam tangan mu adalah akibat kekejaman dan kezalimanmu tatkala engkau memerintah agar orang-orangmu menyembelih setiap bayi-bayi laki yang lahir, sehingga ibu terpaksa membiarkan aku terapung di permukaan sungai Nil di dalamsebuah peti yang kemudian dipungut oleh isterimu dan selamatlah aku dari penyembelihan yang engkau perintahkan. Sedang mengenai pembunuhan yang telah aku lakukan itu adalah akibat godaan syaitan yang menyesatkan, namun peristiwa itu akhirnya merupakan suatu rahmat dan barakah yang terselubung bagiku. Sebab dalam perantauanku setelah aku melarikan diri dari negerimu, Allah mengurniakan aku dengan hikmah dan ilmu serta mengutuskan aku sebagai Rasul dan pesuruh-Nya. Maka dalam rangka tugasku sebagai Rasul datanglah aku kepadamu atas perintah Allah untuk mengajak engkau dan kaummu menyembah Allah dan meninggalkan kezaliman dan penindasanmu terhadap Bani Israil."

Firaun bertanya: "Siapakah Tuhan yang engkau sebut-sebut itu, hai Musa? Adakah tuhan di atas bumi ini selain aku yang patut di sembah dan dipuja?"

Musa menjawab: "Ya, yaitu Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu serta Tuhan seru sekalian alam."

Tanya Firaun: "Siapakah Tuhan seru sekali alam itu?"

Musa menjawab: "Ialah Tuhan langit dan bumi dan segala apa yang ada antara langit dan bumi."

Berkata Firaun kepada para penasihatnya dan pembesar-pembesar kerajaan yang berada disekitarnya. Sesungguhnya Rasul yang diutuskan kepada kamu ini adalah seorang yang gila kemudia ia balik bertanya kepada Musa dan Harun: "Siapakah Tuhan kamu berdua?"

Musa menjawab: "Tuhan kami ialah Tuhan yang telah memberikan kepada tiap-tiap makhluk sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian memberi petunjuk kepadanya."

Firaun bertanya: "Maka bagaimanakah keadaan umat-umat yang dahulu yang tidak mempercayai apa yang engkau ajarkan ini dan malahan menyembah berhala dan patung-patung?"

Musa menjawab: "Pengetahuan tentang itu ada di sisi Tuhanku. Jika Dia telah menurunkan azab dan seksanya di atas mereka maka itu adalah karena kecongkakan dan kesombongan serta keengganan mereka kembali ke jalan yang benar. Jika Dia menunda azab dan seksa mereka hingga hari kiamat, maka itu adalah kehendak-Nya yang hikmahnya kami belum mengetahuinya. Allah telah mewahyukan kepada kami bahwa azab dan seksanya adalah jalan yang benar."

Firaun yang sudah tidak berdaya menolak dalil-dalil Nabi Musa yang diucapkan secara tegas dan berani merasa tersinggung kehormatannya sebagai raja yang telah mempertuhankan dirinya lalu menujukan amarahnya dan berkata kepada Musa secara mengancam: "Hai Musa! jika engkau mengakui tuhan selain aku, maka pasti engkau akan kumasukkan ke dalam penjara."

Musa menjawab: "Apakah engkau akan memenjarakan aku walaupun aku dapat memberikan kepadamu tanda-tanda yang membuktikan kebenaran dakwahku?"

Firaun menentang dengan berkata: "Datanglah tanda-tanda dan bukti-bukti yang nyata yang dapat membuktikan kebenaran kata-katamu jika engkau benar-benar tiak berdusta."

Musa mempertunjukkan dua mukjizat kepada Firaun

Menjawab tentangan Firaun yang menuntut bukti atas kebenarannya Musa dengan serta-merta meletakkan tongkat mukjizatnya di atas yang segera menjelma menjadi seekor ular besar yang melata menghala ke Firaun. Karena ketakutan melompat lari dari singgahsananya melarikan diri seraya berseru kepada Musa: " Hai Musa demi asuhanku kepadamu selama delapan belas tahun panggillah kembali ularmu itu." Kemudian dipeganglah ular itu oleh Musa dan kembali menjadi tongkat biasa.

Berkata Firaun kepada Musa setelah hilang dari rasa heran dan takutnya: "Adakah bukti yang dapat engkau tunjukkan kepadaku?"

"Ya, lihatlah." Musa menjawab serta memasukkan tangannya ke dalam saku bajunya. Kemudian tatkala tangannya dikeluarkan dari sakunya, bersinarlah tangan Musa itu menyilaukan mata Firaun itu dan orang-orang yang sedang berada disekelilingnya.

Firaun sebagai raja yang menyatakan dirinya sebagai tuhan tentu tidak akan mudah begitu saja menyerah kepada Musa bekas anak pungutnya walaupun kepadanya telah diperlihatkan dun mukjizat. Ia bahkan berkata kepada kaumnya yang ia khuatir akan terpengaruh oleh kedua mukjizat Musa itu bahwa itu semuanya adalah perbuatan sihir dan bahwa Musa dan Harun adalah ahli sihir yang mahir yang datang dengan maksud menguasai Mesir dan para penduduknya akan kekuatan dengan sihirnya itu.

Firaun dianjurkan oleh penasihatnya yang dikepalai oleh Haman agar mematahkan sihir Musa dan Harun itu dengan mengumpulkan ahli-ahli sihir yang terkenal dari seluruh daerah kerajaan untuk bertanding melawan Musa dan Harun. Anjuran mana disetujui oleh Firaun yang merasa itu adalah fikiran yang tepat dan jalan yang terbaik untuk melumpuhkan kedua mukjizat Allah yang oleh mereka dianggapnya sebagai sihir. Anjuran itu lalu ditawarkan kepada Musa yang seketika tanpa ragu-ragu sedikit pun menerima tentangan Firaun untuk beradu dan bertanding melawan ahli-ahli sihir. Musa berkeyakinan penuh bahwa dengan perlindung Allah ia akan keluar sebagai pemenang dalam pertarungan itu, pertandingan antara perbuatan sihir yang diilham oleh syaitan melawan mukjizat yang dikurniakan oleh Allah.

Pada suatu hari raya kerajaan telah bersetuju untuk mengadakan hari pertandingan sihir maka berduyun-duyunlah penduduk kota menuju ke tempat yang telah ditentukan untuk menyaksikan perlumbaan kepandaian menyihir yang buat pertama kalinya diadakan di kota Mesir. Juga sudah berada di tempat ahli-ahli sihhir yang terpandai yang telah dikumpulkan dari seluruh wilayah kerajaan masing-masing membawa tongkat , tali dan lain-lain alat sihirnya. Mrk cukup bersemangat dan akan berusaha sepenuh kepandaian mrk untuk memenangi pertandingan. Mrk telah memperolhi janji dari Firaun akan diberi hadiah dan wang dalam jumlah yang besar bila berhasil mengalahkan Musa dengan mematahkan daya sihirnya.

Setelah segala sesuatu selesai disiapkan dan masing-masing pembesar negeri sudah mengambil tempatnya mengelilingi raja Firaun yang telah duduk di atas kursi singgahsananya maka dinyatakanlah pertandingan dimulai. Kemudian atas persetujuan Musa dipersilakan para lawannya beraksi lebih dahulu mempertujukan kepandai sihirnya.

Segeralah ahli-ahli sihir Firaun menujukan aksinya melemparkan tongkat dan tali-temali mrk ke tengah-tengah lapangan . Musa merasa takut ketika terbayang kepadanya bahwa tongkat-tongkat dan tali-tali itu seakan-akan ular-ular yang merayap cepat. Namun Allah tidak mebiarkan hamba utusan-Nya berkecil hati menghadapi tipu-daya orang-orang kafir itu. Allah berfirman kepada Musa disaat ia merasa cemas itu: "Janganlah engkau merasa takut dan cemas hai Musa! engkau adalah yang lebih unggul dan akan menang dalam pertandingan ini. Lemparkanlah yang ada ditanganmu segera."

Para ahli-ahli sihir yang pandai dalam bidangnya itu tercengang ketika melihat ular besar yang menjelma dari tongkat Nabi Musa dan menelan ular-ular dan segala apa yang terbayangsebagai hasil tipu sihir mrk. Mrk segera menyerah kalah bertunduk dan bersujud {kepada Allah} dihadapan Musa seraya berkata: "Itu bukanlah perbuatan sihir yang kami kenal yang diilhamkan oleh syaitan tetapi sesuatu yang digerakkan oleh kekuatan ghaib yang mengatakan kebenaran kata-kata Musa dan Harun maka tidak ada alasan bagi kami untuk tidak mempercayai risalah mereka dn beriman kepada Tuhan mereka sesudah apa yang kami lihat dan saksikan dengan mata kepala kami sendiri."

Firaun raja yang congkak dan sombong yang menuntut persembahan dari rakyatnya sebagai tuhan segera membelalakkan matanya tanda marah dan jengkel melihat ahli-ahli sihirnya begitu cepat menyerah kalah kepada Musa bahkan menyatakan beriman kepada Tuhannya dan kepada kenabiannya serta menjadi pengikut-pengikutnya.

Tindakan mereka itu dianggapnya sebagai pelanggaran terhadap kekuasaannya, penentangan terhadap ketuhanannya dan merupakan suatu tamparan bagi kewibawaan serta prestasinya. Ia berkata kepada mrk: "Adakah kamu berani beriman kepada Musa dan menyerah kepada keputusannya sebelum aku izinkan kepada kamu?" Bukankah ini suatu persekongkolan drp kamu terhadapku? Musa dpt mengalah kamu sebab ia mungkin guru dan pembesar yang telah mengajarkan seni sihir kepadamu dan kamu telah mengatur bersama-samanya tindakan yang kamu sandiwarakan di depanku hari ini. Aku tidak akan tinggal diam menghadapi tindakan khianatmu ini. Akanku potong tangan-tangan dan kaki-kakimu serta akanku salibkan kamu semua pada pangkal pohon kurma sebagai hukuman dan balasan bagi tindakan khianatmu ini."

Ancaman Firaun itu disambut mrk dengan sikap dingin dan acuh tak acuh. Karena Allah telah membuka mata hati mereka dengan cahaya iman sehingga tidak akan terpengaruh dengan kata-kata kebathilan yang menyesatkan atau ancaman Firaun yang menakutkan. Mrk sebagai-orang-orang yang ahli dalam ilmu dan seni sihir dpt membedakan yang mana satu sihir dan yang mana bukan. Maka sekali mrk diyakinkan dengan mukjizat Nabi Musa yang membuktikan kebenaran kenabiannya tidaklah keyakinan itu akan dpt digoyahkan oleh ancaman apa pun. Berkata mereka kepada Firaun menanggapi ancamannya: "Kami telah memdpat bukti-bukti yang nyata dan kami tidak akan mengabaikan kenyataan itu sekadar memenuhi kehendak dan keinginanmu. Kami akan berjalan terus megikut jejak dan tuntutan Musa dan Harun sebagai pesuruh oleh yang benar. Maka terserah kepadamu untuk memutuskan apa yang engkau hendak putuskan terhadap diri kami. Keputusan kamu hanya berlaku di dunia ini sedang kami mengharapkan pahala Allah di akhirat yang kekal dan abadi."

Firaun tetap keras kepala dan semakin bingung

Nabi Musa yang telah mengalahkan ahli-ahli sihir dengan kedua mukjizatnya makin meluas pengaruhnya, sedan Firaun dengan kekalahan ahli sihirnya merasa kewibawaannya merosot dan kehormatannya menurun. ia khuatir jika gerakan Musa tidak segera dipatahkan akan mengancam keselamatan kerajaannya serta kekekalan mahkotanya. Para penasihat dan pembantu-pembantu terdekatnya tidak berusaha menghilangkan rasa kecemasan dan kekhuatirannya, tetapi mereka sebaliknya makin membakar dadanya dan makin menakutu-nakutinya. Mrk berkata kepadanya: "Apakah engkau akan terus membiarkan Musa dan kaumnya bergerak secara bebas dan meracuni rakyat dengan amcam-macam kepercayaan dan ajaran-ajaran yang menyimpang dari apa yang telah kita warisi dari nenek-moyang kita? Tidakkah engkau sedar bahwa rakyat kita makin lama makin terpengaruh oleh hasutan-hasutan Musa. sehingga lama-kelamaan nescaya kita dan tuhan-tuhan kita akan ditinggalkan oleh rakyat kita dan pada akhirnya akan hancur binasalah negara dan kerajaanmu yang megah ini."

Firaun menjawab: "Apa yang kamu huraikan itu sudah menjadi perhatiku sejak dikalahkannya ahli-ahli sihir kita oleh Musa. Dan memang kalau kita membiarkan Musa terus melebarkan sayapnya dan meluaskan pengaruhnya di kalangan pengikut-pengikutnya yang makin lama makin bertambah jumlahnya, pasti pada akhirnya akan merusakkan adab hidup masyarakat negara kita serta membawa kehancuran dan kebinasaan bagi kerajaan kita yang megah ini. karenanya aku telah merancang akan bertindak terhadap Bani Israil dengan membunuh setiap orang lelaki dan hanya wanita sahaja akanku biarkan hidup."

Rancangan jahat firaun diterapkan oleh pegawai dan kaki tangan kerajaannya. Aneka ragam gangguan dan macam-macam tindakan kejam ditimpakan atas Bani Israil yang memang menurut anggapan masyarakat, mereka itu adalah rakyat kelas kambing dalam kerajaan Firaun yang zalim itu. Dengan makin meningkatnya kezaliman dan penindasan yang mereka terima dari alat-alat kerajaan Firaun, datanglah Bani Israil kepada Nabi Musa, mengharapkan pertolongan dan perlindungannya.

Nabi Musa tidak dpt berbuat byk pada masa itu bagi Bani Israil yang tertindas dan teraniaya. Ia hanya menenteramkan hati mereka, bahwa akan tiba saatnya kelak,di mana mrk akan dibebaskan oleh Allah dari segala penderitaan yang mrk alami. Dianjurkan oleh Nabi Musa agar mereka bersabar dan bertawakkal seraya memohon kepada Allah agar Allah memberikan pertolongan dan perlindungan-Nya karena Allah telah menjanjikan akan mewariskan bumi-Nya kepada hamba-hamba-Nya yang soleh, sabar dan bertakwa!

Firaun bertujuan melemahkan kedudukan Nabi Musa dengan tindakan kejamnya terhadap Bani Israil yang merupakan kaumnya, bahkan tulang belakang Nabi Nusa. Akan tetapi gerak dakwah Nabi Musa tidak sedikit pun terhambat oleh tindakan Firaun itu. Demikian pula tidak seorang pun drp pengikut-pengikutnya yang terpengaruh dengan tindakan Firaun itu. Sehingga tidak menjadi luntur iman dan keyakinan mrk yang sudah bulat terhadap risalah Musa.

Karena sasaran yang dituju dengan tindakan kekejaman yang tidak berperikamanusiaan itu tidak tercapai dan tidak dpt menerima dakwah Nabi Musa dan para pengikutnya, yang dilhatnya bahkan semakin bersemangat menyiarkan ajaran iman dan tauhid, maka Firaun tidak mempunyai pilihan selain harus menyingkirkan orang yang menjadi pengikutnya, yaitu dengan membunuh Nabi Musa.

Firaun memanggil para penasihat dan pembesar-pembesar kerajaannya untuk bermesyuarat dan merancang pembunuhan Musa. Di antara mereka yang di undang itu terdapat seorang mukmin dari Keluarga Firaun yang merahsiakan imannya.

Di tengah-tengah perdebatan dan perundingan yang berlangsung dalam pertemuan yang diadakan oleh Firaun untuk membincangkan cara pembunuhan Nabi Musa itu, bangkitlah berdiri mukmin itu mengucapkan pembelaannya terhadap Nabi Musa dan nasihat serta tuntunan bagi mereka yang hadir. Ia berkata: "Apakah kamu akan membunuh seseorang lelaki yang tidak berdosa, hanya berkata bahwa Allah adalah Tuhannya? Padahal ia menyatakan iman dan kepercayaannya itu kepada kamu bukan tanpa dalil dan hujjah. Ia telah mempertunjukkan kepada kamu bukti-bukti yang nyata untuk menyakinkan kamu akan kebenaran ajarannya. Jika andainya dia seorang pendusta, maka dia sendirilah yang akan menanggung dosa akibat dustanya. Namun jika ia adalah benar dalam kata-katanya, maka nescaya akan menimpa kepada kamu bencana azab yang telah dijanjikan olehnya. Dan dalam keadaan yang demikian siapakah yang akan menolong kamu dari azab Allah yang telah dijanjikan itu?"

Firaun memotong pidato orang mukmin itu dengan berkata: "Rancanganku harus terlaksana dan Musa harus dibunuh. Aku tidak mengemukan kepadamu melainkan apa yang aku pandang baik dan aku tidak menunjukkan kepadamu melainkan jalan yang benar, jalan yang akan menyelamatkan kerajaan dan negara."

Berucap orang mukmin dari keluarga Firaun itu melanjutkan: "Sesungguhnya aku khuatir, jika kamu tetap berkeras kepala dan enggan menempuh jalan yang benar yang dibawa oleh para nabi-nabi, bahwa kamu akan ditimpa azab dan seksa yang membinasakan , sebagaimana telah dialami oleh kaum Nuh, kaum Aad, kaum Tsamud dan umat-umat yang datang sesudah mereka. Apa yang telah dialami oleh kaum-kaum itu adalah akibat kecongkakan dan kesombongan mereka karena Allah tidak menghendaki berbuat kezaliman terhadap hamba-hamba-Nya".

Mukmin itu meneruskan nasihatnya:"Wahai kaumku! Sesungguhnya aku khuatir kamu akan menerima seksa dan azab Tuhan di hari qiamat kelak, di mana kamu akan berpaling kebelakang, tidak seorang pun akan dapat menyelamatkan kamu itu dari seksa Allah. Hai kaum ikutilah nasihatku, aku hanya ingin kebaikan bagimu dan mengajak kamu ke jalan yang benar. Ketahuilah bahwa kehidupan di dunia ini hanya merupakan kesenangan sementara, sedangkan kesenangan dan kebahagiaan yang kekal adalah di akhirat kelak."

Orang mukmin dari keluarga Firaun itu tidak dpt mengubah sikap Firaun dan pengikut-pemgikutnya, walaupun ia telah berusaha dengan menggunakan kecekapan berpidatonya dan susunan kata-katanya yang rapi, lengkap dengan contoh-contoh dari sejarah umat-umat yang terdahulu yang telah dibinasakan oleh Allah karena perbuatan dan pembangkangan mereka sendiri.

Firaun dan pengikut-pengikutnya bahkan menganjurkan kepada orang mukmin itu, agar meninggalkan sikapnya yang membela Musa dan menyetujui rancangan jahat mereka. Ia dinasihat untuk melepaskan pendiriannya yang pro Musa dan mengabungkan diri dalam barisan mereka menentang Musa dan segala ajarannya. Ia diancam dengan dikenakan tindakan kekerasan bila ia tidak mahu mengubah sikap pro kepada Musa secara suka rela.

Berkata orang mukmin itu menanggapi anjuran Firaun: "Wahai kaumku, sgt aneh sekali sikap dan pendirianmu, aku berseru kepada kamu untuk kebaikan dan keselamatanmu, kamu berseru kepadaku untuk berkufur kepada Allah dan mempersekutukan-Nya dengan apa yang aku tidak ketahui, sedang aku berseru kepadamu untuk beriman kepada Allah, Tuhan YAng Maha Esa, Maha Perkasa, lagi Maha Pengampun. Sudah pasti dan tidak dapat diragukan lagi, bahwa apa yang kamu serukan kepadaku itu tidak akan menolongku dari murka dan seksa Allah di dunia mahupun di akhirat. Dan sesungguhnya kamu sekalian akan kembali kepada Allah yang akan memberi pahala syurga bagi orang-orang yang soleh, bertakwa dan beriman, sedang orang-orang kafir yang telah melampaui batas akan diberi ganjaran dengan api neraka. Hai kaumku perhatikanlah nasihat dan peringatanku ini. Kamu akan menyedari kebenaran kata-kataku ini kelak bila sudah tidak berguna lagi orang menyesal atau merasa susah karena perbuatan yang telah dilakukan. Aku hanya menyerahkan urusan ku dan nasibku kepada Allah. Dialah Yang Maha Mengetahui dan Maha Melihat perbuatan dan kelakuan hamba-hamba-Nya."

Firaun menghina dan mengejek Musa

Selain tindakan kekerasan yang ditimpakan ke atas Bani Israil kaumnya Nabi Musa, Firaun melontarkan penghinaan dan kata-kata ejekan terhadap Nabi Musa dalam usahanya memerangi dan membendung pengaruh Nabi Musa yang semakin beertambah semenjak ia keluar sebagai pemenang dalam pertandingan melawan tukang-tukang sihir kaum Firaun.
Berkata Firaun kepada pembesar-pembesar kerajaannya: "Biarkanlah aku membunuh Musa dan biarlah ia memohon dari Tuhannya untuk melindunginya. Aku ingin tahu sampai sejauh mana ia dapat melepaskan diri dari kekuasaanku dan biarlah ia membuktikan kebenaran kata-kata, bahwa Tuhannya akan melindunginya dari segala tipu daya musuh-musuhnya."

Dalam lain kesempatan Firaun berkata kepada rakyatnya yang sudah diperhambakan jiwanya, terbiasa memuja-mujanya, mengiakan kata-katanya dan mengaminkan segala perintahnya: "Hai rakyatku! Tidakkah kamu melihat bahwa aku memiliki kerajaan Mesir yang megah dan besar ini di mana sungai-sungai mengalir dibawah telapak kakiku, sungai-sungai yang memberi kemakmuran hidup dan kebahagiaan hidup bagi rakyatku? Dan tidakkah kamu melihat kekuasaanku yang luas dan ketaatan rakyatku yang bulat kepadaku? Bukankah aku lebih baik dan lebih agung dari Musa yang hina-dina itu yang tidak cekap menguraikan isi hatinya dan menerangkan maksud tujuannya. Megapa Tuhannya tidak memakaikan gelang emas, sebagaimana lazimnya orang-orang yang diangkat menjadi raja, pemimpin atau pembesar? Atau mengapa ia tidak diiringi oleh malaikat-malaikat sebagai tanda kebesarannya dan bukti kebenarannya bahwa ia adalah pesuruh Tuhannya?"

Kelompok orang yang mendengar kata-kata Firaun itu dengan serta-merta mengiyakan dan membenarkan kata-kata rajanya serta menyatakan kepatuhan yang bulat kepada segala titah dan perintahnya sebagai warga yang setia kepada rajanya, namun zalim dan fasiq terhadap Tuhannya.

Dalam pada itu kesabaran Nabi Musa sampai pd puncaknya, melihat Firaun dan pembantu-pambantunya tetap berkeras kepala menentang dakwahnya, mendustakan risalahnya dan makin memperhebatkan tindakan kejamnya terhadap kaum Bani Israil terutama para pengikutnya yang menyembunyikan imannya karena ketakutan daripada kejaran Firaun dan pembalasannya yang kejam dan tidak berperikemanusiaan. Maka disampaikan oleh Nabi Musa kepada mrk bahwa Allah tidak akan membiarkan mereka terus-menerus melakukan kekejaman, kezaliman dan penindasan terhamba-hamba-Nya dan berkufur kepada Allah dan Rasul-Nya. Akan ditimpakan oleh Allah kepada mereka bila tetap tidak mahu sedar dan beriman kepada-Nya, bermacam azb dan seksa di dunia semasa hidup mereka sebagai pembalasan yang nyata!

Berdoalah Nabi Musa, memohon kepada Allah: "Ya Tuhan kami, engkau telah memberi kepada Firaun dan kaum kerabatnya kemewahan hidup, harta kekayaan yang meluap-luap dan kenikmatan duniawi, yang kesemua itu mengakibatkan mereka menyesatkan manusia, hamba-hamba-Mu, dari jalan yang Engkau redhai dan tuntunan yang Engkau berikan. Ya Tuhan kami, binasakanlah harta-benda mereka dan kunci matilah hati mereka. Mrk tidak akan beriman dan kembali kepada jalan yang benar sebelum melihat seksaan-Mu yang pedih."

Berkat doa Nabi Musa dan permohonannya yang diperkenankan oleh Allah, maka dilandakanlah kerajaan Firaun oleh krisis kewangan dan makanan, yang disebabkan mengeringnya sungai Nil sehingga tidak dapat mengairi sawah-sawah dan ladang-ladang disamping serangan hama yang ganas yang telah menghabiskan padi dan gandum yang sudah menguning dan siap untuk diketam.

Belumlagi krisis kewangan dan makanan teratasi datang menyusul bala banjir yang besar disebabkan oleh hujan yang turun dengan derasnya, sehingga menghanyutkan rumah-rumah, gedung-gedung dan membinasakan binatang-binatang ternak. Dan sebagai akibat dari banjir itu berjangkitlah bermacam-macam wabak dan penyakit yang merisaukan masyarakat seperti hidung berdarah dan lain-lain. Kemudian datanglah barisan kutu-kutu busuk dan katak-katak yang menyerbu ke dalam rumah-rumah sehingga mengganggu ketenteraman hidup mereka,menghilangkan kenikmatan makan, minum dan tidur, disebabkan menyusupnya binatang-binatang itu ke dalam tempat-tempat tidur, hidangan makanan dan di antara sela-sela pakaian mereka.

Pada waktu azab menimpa dan bencana-bencana itu sedang melanda berdatanglah mereka kepada Nabi Musa minta pertolongannya demi kenabiannya, agar memohonkan kepada Allah mengangkat bala itu dari atas mereka dengan perjanjian bahwa mrk akan beriman dan menyerahkan Bani Israil kepada Nabi Musa sekirannya mereka dpt ditolong dan terhindar dari azab bala itu.

Akan tetapi begitu bala-bala itu tercabut dari atas mrk dan hilanglah gangguan yang diakibatkan olehnya, mrk mengingkari janji mereka dan kembali bersikap memusuhi dan menentang Nabi Musa, seolah-olah apa yang terjadi bukanlah karena doa dan permohonan Musa kepada Allah tetapi karena hasil usaha mrk sendiri.

Kaum Bani Israil keluar dari Mesir

Bani Israil yang cukup menderita akibat tindasan Firaun dan kaumnya cukup merasakan penganiayaan dan hidup dalam ketakutan di bawah pemerintahan Firaun yang kejam dan bengis itu, pada akhirnya sedar bahwa Musalah yang benar-benar dikirimkan oleh Allah untuk membebaskan mereka dari cengkaman Firaun dan kaumnya. Maka berduyun-duyunlah mereka datang kepada Nabi Musa memohon pertolongannya agar mengeluarkan mereka dari Mesir.

Kemudian bertolaklah rombongan kaum Bani Israil di bawah pimpinan Nabi Musa meninggalkan Mesir menuju Baitul Maqdis. Dengan berjalan kaki dengan cepat karena takut tertangkap oleh Firaun dan bala tenteranya yang mengejar mereka dari belakang akhirnya tibalah mereka pada waktu fajar di tepi lautan merah setelah selama semalam suntuk dapat melewati padang pasir yang luas.

Rasa cemas dan takut makin mencekam hati para pengikut Nabi Musa dan Bani Israil ketika melihat laut terbentang di depan mereka sedang dari belakang mrk dikejar oleh Firaun dan bala tenteranya yang akan berusaha mengembalikan mereka ke Mesir. Mereka tidak meragukan lagi bahwa bila mrk tertangkap, maka hukuman matilah yang akan mereka terima dari Firaun yang zalim itu.

Berkatalah salah seorang dari sahabat Nabi Musa, bernama Yusha bin Nun: "Wahai Musa, ke mana kami harus pergi?" Musuh berada di belakang kami sedang mengejar dan laut berada di depan kami yang tidak dapat dilintasi tanpa sampan. Apa yang harus kami perbuat untuk menyelamatkan diri dari kejaran Firaun dan kaumnya?"

Nabi Musa menjawab: "Janganlah kamu khuatir dan cemas, perjalanan kami telah diperintahkan oleh Allah kepadaku, dan Dialah yang akan memberi jalan keluar serta menyelamatkan kami dari cengkaman musuh yang zalim itu."
Pada saat yang kritis itu, di mana para pengikut Nabi Musa berdebar-debar ketakutan, seraya menanti tindakan Nabi Musa yang kelihatan tenang sahaja, turunlah wahyu Allah kepada Nabi-Nya dengan perintah agar memukulkan air laut dengan tongkatnya. Maka dengan izin Allah terbelah laut itu, tiap-tiap belahan merupakan seperti gunung yang besar. Di antara kedua belahan air laut itu terbentang dasar laut yang sudah mengering yang segera di bawah pimpinan Nabi Musa dilewatilah oleh kaum Bani Israil menuju ke tepi timurnya.

Setelah mereka sudah berada di bahagian tepi timur dalam keadaan selamat terlihatlah oleh mereka Firaun dan bala tenteranya menyusuri jalan yang sudah terbuka di antara dua belah gunung air itu. Kembali rasa cemas dan takut mengganggu hati mereka seraya memandang kepada Nabi Musa seolah-olah bertanya apa yang hendak dia lakukan selanjutnya. Dalam pada itu Nabi Musa telah diilhamkan oleh Allah agar bertenang menanti Firaun dan bala tenteranya turun semua ke dasar laut. Karena takdir Allah tela mendahului bahwa mrk akan menjadi bala tentera yang tenggelam.

Berkatalah Firaun kepada kaumnya tatkala melihat jalan terbuka bagi mereka di antara dua belah gunung air itu: "Lihat bagaimana lautan terbelah menjadi dua, memberi jalan kepada kami untuk mengejar orang-orang yang melarikan diri itu. Mrk mengira bahwa mrk akan dpt melepaskan dari kejaran dan hukumanku. Mrk tidak mengetahui bahwa perintahku berlaku dan ditaati oleh laut, jgn lagi oleh manusia. Tidakkah ini semuanya membuktikan bahwa aku adalah yang berkuasa yang harus disembah olehmu?" Maka dengan rasa bangga dan sikap sombongnya turunlah Firaun dan bala tenteranya ke dasar laut yang sudah mengering itu melakukan gerak-cepatnya untuk menyusul Musa dan Bani Israil yang sudah berada di tepi bahagian timur sambil menanti hukuman Allah yang telah ditakdirkan terhamba-hamba-Nya yang kafir itu.

Demikianlah maka setelah Firaun dan bala tenteranya berada di tengah-tengah lautan yang membelah itu, jauh dari ke dua tepinya, tibalah perintah Allah dan kembalilah air yang menggunung itu menutupi jalur jalan yang terbuka di mana Firaun dengan sombongnya sedang memimpin barisan tenteranya mengejar Musa dan Bani Israil. Terpendamlah mrk hidup-hidup di dalam perut laut dan berakhirlah riwayat hidup Firaun dan kaumnya untuk menjadi kenangan sejarah dan ibrah bagi generasi- akan datang.

Pada detik-detik akhir hayatnya, seraya berjuang untuk menyelamatkan diri dari maut yang sudah berada di depan matanya, berkatalah Firaun: "Aku percaya bahwa tiada tuhan selain Tuhan Musa dan Tuhan Bani Israil. Aku beriman pada Tuhan mereka dan berserah diri kepada-Nya sebagai salah seorang muslim."

Berfirmanlah Allah kepada Firaun yang sedang menghadapi sakaratul-maut: "Baru sekarangkah engkau berkata beriman kepada Musa dan berserah diri kepada-Ku? Tidakkah kekuasaan ketuhananmu dapat menyelamatkan engkau dari maut? Baru sekarangkah engkau sadar dan percaya setelah sepanjang hidupmu bermaksiat, melakukan penindasan dan kezaliman terhadap hamba-hamba-Ku dan berbuat-sewenang-wenang, merusak akhlak dan aqidah manusia-manusia yang berada di bawah kekuasaanmu. Terimalah sekarang pembalasan-Ku yang akan menjadi pengajaran bagi orang-orang yang akan datang sesudahmu. Akan Aku apungkan tubuh kasarmu untuk menjadi peringatan bagi orang-orang yang meragukan akan kekuasaan-Ku."

Bani Israil pengikut-pengikut Nabi Musa masih meragukan kematian Firaun. Mrk masih terpengaruh dengan kenyataan yang ditanamkan oleh Firaun semasa ia berkuasa sebagai raja bahwa dia adalah manusia luar biasa lain drp yang lain dan bahwa dia akan hidup kekal sebagai tuhan dan tidak akan mati. Khayalan yang masih melekat pd fikiran mrk menjadikan mrk tidak mahu percaya bahwa dengan tenggelamnya, Firaun sudah mati. Mrk menyatakan kepada Musa bahwa Firaun mungkin masih hidup namun di alam lain.

Nabi Musa berusaha menyakinkan kaumnya bahwa apa yang terfikir oleh mrk tentang Firaun adalah suatu khayalan belaka dan bahwa Firaun sebagai orang biasa telah mati tenggelam akibat pembalasan Allah atas perbuatannya, menentang kekuasaan Allah mendustakan Nabi Musa dan menindaskan serta memperhambakan Bani Israil. Dan setelah melihat dengan mata kepala sendiri, tubuh-tubuh Firaun dan orang-orangnya terapung-apung di permukaan air, hilanglah segala tahayul mrk tentang Firaun dan kesaktiannya.

Menurut catatan sejarah, bahwa mayat Firaun yang terdampar di pantai diketemukan oleh orang-orang Mesir, lalu diawet hingga utuh sampai sekarang, sebagai mana dpt dilihat di muzium Mesir. (kisah) www.suaramedia.com

Sabtu, 18 Februari 2012

Inilah Ciri-ciri Hadis Palsu

Maudhu’ atau palsu berasal dari kata ata wadha’a – yadha’u – wadh’an wa maudhu’an yang berarti merendahkan, menjatuhkan, mengada-ngada, menyandarkan atau menempelkan, serta menghinakan. Maka, hadis maudhu’ itu memiliki makna, rendah dalam kedudukannya, jatuh tidak bisa diambil dasar hukum, diada-adakan oleh perawinya, serta disandarkan pada Nabi SAW, sedangkan beliau tidak mengatakannya.

Para ulama hadis mendefinisikan hadis palsu sebagai apa-apa yang tidak pernah keluar dari Nabi SAW baik dalam bentuk perkataan, perbuatan ataupun taqrir, tetapi disandarkan kepada Rasulullah SAW secara sengaja. Menurut Ensiklopedi Islam, hadis maudu’ memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

Pertama, matan (teks) hadis tak sesuai dengan kefasihan bahasa, kebaikan, kelayakan, dan kesopanan bahasa Nabi SAW. Kedua, bertentangan dengan Alquran, akal, dan kenyataan. Ketiga, rawinya dikenal sebagai pendusta, Keempat, pengakuan sendiri dari pembuat hadis palsu tersebut. Kelima ada petunjuk bahwa di antara perawinya ada yang berdusta. Keenam, rawi menyangkal dirinya pernah memberi riwayat kepada orang yang membuat hadis palsu tersebut.

Menurut ahli Ilmu Hadis, Prof KH Mustafa Ali Ya’kub, sebuah hadis dikatakan palsu apabila, dalam sanad-nya terdapat rawi (periwayat), yang dengan terus terang dia mengaku memalsu hadis. ‘’Maka hadisnya menjadi palsu,’’ tutur guru besar Ilmu Hadis pada Institut Ilmu Alquran (IIQ) Jakarta itu.

Selain itu, kata dia, jika perawinya pun berdusta, tapi tidak diketahui ketika menyampaikan hadisnya apakah palsu atau tidakm, namun jelas dia pembohong. Maka, menjadi hadis makruh atau semipalsu. ‘’Kedudukan dan kualitasnya sama, yakni harus dibuang.’’

Hadis palsu dibagi menjadi tiga macam. Pertama, perkataan itu berasal dari pemalsu yang disandarkan pada Rasulullah SAW. Kedua, perkataan itu dari ahli hikmah atau orang zuhud atau israiliyyat dan pemalsu yang menjadikannya hadis. Ketiga, perkataan yang tidak diinginkan rawi pemalsuannya, cuma dia keliru. Menurut para ahli hadis, jenis ketiga itupun termasuk hadis maudhu, apabila perawi mengetahuinya tapi membiarkannya.Menurut Manna’ Al-Qathan dalam Mabahis Fi Ulumil Hadits, Hadis maudhu’ adalah yang paling buruk dan jelek di antara hadis-hadis dhaif (lemah) lainnya. Ia menjadi bagian tersendiri di antara pembagian hadis oleh para ulama yang terdiri dari shahih, hasan, dhaif dan maudhu’. ‘’Maka maudhu’ menjadi satu bagian tersendiri,’’ ungkap Al-Qathan.

Lalu, bagaimana jika umat Islam menggunakan hadis palsu? Menurut KH Ali Ya’kub, hadis palsu sama sekali tak boleh digunakan. Bebeda dengan hadis dhaif (lemah) yang masih bisa digunakan. Namun, kata dia, tak semua hadis dhaif bisa digunakan.

‘’Hadis dhaif bisa digunakan, kalau dhaif-nya tidak terlalu parah. Yang parah itu, misalnya, hadis palsu, hadis makruh, dan hadis munkar. Hadis munkar itu periwayatnya pelaku maksiat,’’ tutur Kiai Ali Ya’kub.

Sejatinya, kata dia, hadis palsu itu merupakan bagian dari hadis dhaif. Hadis palsu adalah hadis dhaif yang paling parah. Guna memahami sebuah hadis itu palsu atau tidak, umat Islam bisa mendeteksinya dengan tiga cara. Pertama, tutur Kiai Ali Ya’kub, dengan metode pemahaman tekstual dan kontekstual.

Kedua, dengan menggabungkan riwayat-riwayat yang lain. Dan, ketiga, melalui metode kontroversialitas hadis, misalnya. ‘’Yang tekstual dan kontekstual, misalnya, tentang fatwa nabi apakah pakaian nabi itu kita diharuskan mengikuti seperti itu termasuk sorban, misalnya. Orang yang memahami secara tekstual, apa yang dipakai oleh nabi ya harus kita ikuti. Tapi, yang kontekstual tidak karena itu budaya Arab,’’ ungkap Imam Besar Masjid Istiqlal itu.


http://www.republika.co.id

Inilah Motif di Balik Munculnya Hadis Palsu


REPUBLIKA.CO.ID, Hadis maudhu’ atau palsu muncul dan merebak ketika dunia Islam diguncang ketegangan setelah Khalifah Usman bin Affan dibunuh pada tahun 35 H. Sosok Abdullah bin Saba’, seorang Yahudi yang memeluk Islam, kerap disebut-sebut sebagai biang kerok dari ketegangan di kalangan pemimpin dan umat Islam pada zaman itu.


Abdullah bin Saba dan komplotannya menabur fitnah di berbagai kota Islam. Mereka mencongkel dan menggulingkan sejumlah gubernur yang ditempatkan Khalifah. Gubernur Mesir, Amru Bin Ash berhasil didongkel lewat fitnah yang diterbarkan kelompok Sabaiyah. Setelah itu, Gubernur Kufah, Amru bin Ash juga digulingkan.

Namun, mereka gagal mendongkel Muawiyah dari kursi Gubernur Syam, karena posisinya begitu kuat. Suhu politik di dunia Islam ketika itu makin memanas, ketika Khalifah Usman bin Affan dibunuh. Menurut sebuh versi,  Abdullah bin Saba’ terlibat dalam pembuhunan Khalifah Usman bin Affan. Ada pula yang menyebut pembunuh khalifak ketiga itu adalah Amr bin Hamiq Al-Khuza’i.

Sehingga, ketika Khalifah Ali bin Abi Thalib berkuasa Abdullah bin Saba’ dan pengikutnya yang berpura-pura mendukung Ali mendesak agar Umayyah dicopot dari jabatannya sebagai gubernur. Ketegangan makin meningkat, ketika Muawiyyah mendesak Khalifah Ali untuk segera menghukum pelaku pembunuhan Khalifah Usman.

Bahrul Ulum dalam tulisannya bertajuk Hukum Meriwayatkan dan Menyebarkan Hadis Palsu, mengungkapkan, Abdullah bin Saba’ menyebarkan sebuah hadis yang menyatakan bahwa Ali-lah yang lebih layak menjadi khalifah, dibandingkan Usman bahkan  Abu Bakar dan Umar.

Kelompok itu berpendapat, Ali telah mendapat wasiat dari Nabi SAW. Hadis yang digaung-gaungkan oleh kelompok Abdullah bin Saba’ itu berbunyi, “Setiap Nabi itu ada penerima wasiatnya dan penerima wasiatku adalah Ali.” Menurut para hali hadis, hadis tersebut ternyata palsu.

Pada masa itu, hadis palsu belum terlalu marak. Sebab, masih banyak sahabat Rasulullah yang masih hidup. Mereka, menurut Bahrul,  memahami secara pasti benar atau palsunya sebuah hadis. ‘’Khalifah Usman, sebagai contohnya, pernah mengusir Ibnu Saba’ dari Madinah karena telah membuat hadis palsu,’’ tutur Bahrul.
Hadis palsu merebak ketika di dunia Islam muncul kelompok-kelompok, seperti kelompok yang menuntut balas kematian Usman, kelompok yang mendukung Khalifah Ali, dan kelompok di luar keduanya. Setiap kelompok berlomba untuk eksis dan menunjukkan kelebihannya dengan membuat hadis-hadis palsu.

Kondisi itu sempat mengundang keprihatinan Khalifah Ali bin Abi Thalib. Imam al-Dzahabi meriwayatkan dari Khuzaimah bin Nasr,  “Aku mendengar Ali berkata di Siffin: Semoga  Allah melaknati mereka (yaitu golongan  putih yang telah menghitamkan) karena telah merusak hadis-hadis Rasulullah.”

Sejak itu,  para sahabat mulai memberikan perhatian terhadap hadis yang disebarkan oleh seseorang. Sehingga, mereka tak akan mudah menerimanya sekiranya ragu akan kesahihan sebuah hadis.

Konflik politik di kalangan umat Islam yang semakin hebat, telah membuka peluang bagi golongan tertentu yang coba mendekatkan diri dengan pemerintah dengan cara membuat hadis. Muhammad bin Muhammad Abu Syahbah dalam al-Israiliyyat wa al-Maudhuat fi Kutub al-Tafsir, mengungkapkan, pada zaman Khalifah Abbasiyyah, hadis-hadis palsu dibuat demi mengambil hati para khalifah.

Menurut Abu Syahbah, hal itu sempat terjadi pada era kepemimpinan Harun al-Rasyid. Saat itu,  Abu al-Bakhtari, seorang qadhi,  masuk menemuinya ketika ia sedang menerbangkan burung merpati. Lalu Khalifah berkata kepada Abu al-Bakhtari, “Adakah engkau menghafal sebuah hadits berkenaan dengan burung ini?

Lalu dia meriwayatkan satu hadits, katanya, “Bahwa Nabi SAW selalu menerbangkan burung merpati.”  Harun al-Rasyid tahu bahwa hadis itu palsu dan dia segera memarahi al-Bahktari,’’ “Jika  engkau bukan dari keturunan Quraisy, pasti aku akan mengusirmu.”

Penyebaran hadis-hadis palsu pada zaman itu masih sedikit dibanding zaman-zaman berikutnya. Sebab, pada masa itu masih banyak para tabiin yang menjaga hadis-hadis Nabi SAW.
Berikut ini beberapa motif dibalik munculnya hadis-hadis palsu di dunia Islam:

Pertama, motif politik dan kepemimpinan. Salah satu hadis palsu yang muncul dengan latar belakang politik antara lain; ‘’Apabila kamu melihat Mu'awiyah di atas mimbarku, maka bunuhlah.’’

Kedua, motif  untuk mengotorkan agama Islam (Zindiq). Salah satu contoh hadisnya antara lain; "Melihat muka yang cantik adalah ibadah’’. Ketiga, motif  fanatisme. Contoh hadisnya, ‘’Sesungguhnya Allah apabila marah, maka menurunkan wahyu dalam bahasa Arab. Dan apabila tidak marah menurunkannya dalam bahasa Parsi.’’

Keempat motif faham-faham fikih. Contoh hadisnya, ‘’Barangsiapa mengangkat dua tangannya di dalam shalat maka tidak sah shalatnya ".  atau hadis yang berbunyi, "Jibril mengimamiku di depan Ka'bah dan mengeraskan bacaan bismillah".

Kelima, motif senang kepada kebaikan tapi bodoh tentang agama. Salah satu hadisnya, ‘’Barangsiapa menafahkan setali untuk mauludku, maka aku akan menjadi penolongnya di yaumil akhir."

Kelima motif menjilat kepada pemimpin. Salah satu contohnya, Ghiyas bin Ibrahim an-Nakha'i al-Kufi pernah masuk ke istana Al-Mahdi,  seorang penguasa Abbasiyah yang senang sekali kepada burung merpati. Salah seorang berkata kepadanya, coba terangkan kepada amirul mukminin tentang sesuatu hadis,  maka Ghiyas berkata, "Tidak ada taruhan melainkan pada anak panah, atau unta atau kuda, atau burung."

Hadis palsu, menurut  guru besar IAIN Walisongo Semarang, Prof Dr H Muhibbin, bisa muncul dalam kitab hadis sahih sekaliber, Jami' al-Shahih karya Imam Bukhari. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukannya, terdapat hadis yang bertentangan dengan Alquran maupun antarhadis di dalam kitab tersebut.

'’’Hadis palsunya bermacam-macam. Ada yang karena tidak sesuai atau bertentangan dengan Alquran, namun ada pula yang tidak sesuai dengan kondisi kekinian,’’ papar mantan dekan Fakultas Syariah IAIN Walisongo itu.

Salah satu hadis palsu, yang terdapat dalam kitab itu, antara lain;  tentang Isra Mikraj. Di dalam kitab itu, disebutkan bahwa terjadinya Isra Mikraj itu sebelum Muhammad SAW menjadi nabi. ‘’Faktanya, Isra Mi'raj itu setelah Rasulullah diutus menjadi Nabi,’’ ungkapnya.

Selain itu, lanjut dia, ada pula hadis Nabi yang bertentangan dengan ayat Alquran. ‘’Contohnya, tentang seseorang yang meninggal dunia akan disiksa bila si mayit ditangisi oleh ahli warisnya. (Lihat Kitab Jenazah, bab ke-32, hadis ke 648/I--Red),’’ kata dia. Ia menilai hadis itu  bertentangan dengan ayat Alquran, bahwa seseorang itu tidak akan memikul dosa orang lain.
http://www.republika.co.id