Cari Blog

Jumat, 14 Oktober 2011

KISAH QABIL DAN HABIL

Cara hidup suami isteri Adam dan Hawa di bumi, mulai tertib dan sempurna tatkala Hawa bersedia untuk melahirkan anak-anaknya yang akan menjadi benih pertama bagi umat manusia di dunia ini.
Siti Hawa melahirkan anak kembar dua pasang. Pertama lahirlah pasangan Qabil dan adik perempuannya yang diberi nama “Iqlima”, kemudian menyusul pasangan kembar kedua Habil dan adik perempuannya yang diberi nama “Lubuda”.
Kedua orang  tua (Nabi Adam dan Siti Hawa), menerima kelahiran keempat putera puterinya itu dengan senang dan gembira, walaupun Hawa telah menderita seperti lumrahnya dideritai oleh setiap ibu yang melahirkan bayinya. Mereka mengharapkan dari keempat anaknya ini akan menurunkan anak cucu yang akan berkembang biak untuk mengisi bumi Allah dan menguasainya sesuai dengan amanat yang telah di bebankan ke atas bahunya.
Di bawah naungan ayah ibunya yang penuh cinta dan kasih sayang maka tumbuh besarlah keempat anak itu. Yang perempuan sesuai dengan kudrat dan fitrahnya menolong ibunya mengurus rumahtangga dan mengurus hal-hal yang menjadi tugas wanita, sedang yang laki-laki menempuhi jalannya sendiri-sendiri, mencari nafkah untuk memenuhi keperluan hidupnya. Qabil berusaha dalam bidang pertanian sedangkan Habil di bidang perternakan.
Penghidupan sehari-hari keluarga Adam dan Hawa berjalan tertib dan sempurna, diliputi rasa kasih sayang, saling cinta mencintai, hormat menghormati, masing-masing meletakkan dirinya dalam kedudukan yang wajar. Demikianlah pula pergaulan di antara keempat bersaudara berlaku dalam harmoni damai dan tenang saling bantu membantu hormat menghormati dan bergotong-royong.
Keempat Anak Adam Memasuki Alam Remaja.            
Keempat putera-puteri Adam mencapai usia remaja dan memasuki alam akil baligh, di mana nafsu berahi dan syahwat serta hajat kepada hubungan lain jenis makin hari makin nyata dan nampak pada gaya dan sikap mereka dan menjadi pemikiran kedua orang tuanya, bagaimana cara menyalurkan nafsu berahi dan syahwat mereka agar terjaga kemurnian keturunan dan menghindari hubungan kelamin yang bebas di antara putera-puterinya.
Allah memberi ilham dan petunjuk kepada Nabi Adam agar kedua puteranya dikawinkan dengan puterinya secara silang. Qabil dikawinkan dengan adik Habil yang bernama Lubuda dan Habil dengan adik Qabil yang bernama Iqlima.
Cara perkawinan yang telah Allah ilhamkan kepada Nabi Adam telah disampaikan kepada kedua puteranya, sebagai keputusan si ayah yang harus dipatuhi dan segera dilaksanakan untuk menjaga dan mengekalkan suasana damai dan tenang yang meliputi keluarga dan rumahtangga mereka. Akan tetapi dengan tanpa diduga dan disangka rancangan yang diputuskan itu ditolak mentah-mentah oleh Qabil dan menyatakan bahwa ia tidak mau mengawini Lubuda (adik Habil) dengan mengemukakan alasan bahwa Lubuda berparas tidak secantik adiknya sendiri Iqlima. Ia berpendapat bahwa ia lebih patut mempersunting adiknya sendiri (Iqlima) sebagai isteri dan tidak rela menyerahkan Iqlima untuk dikawinkan dengan Habil. Memang demikian...... kecantikan dan keelokan paras wanita selalu menjadi fitnah dan rebutan lelaki, terkadang menjurus kepada pertengkaran dan permusuhan, sampai-sampai mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang dikarenakan timbulnya rasa dendam dan dengki di antara sesama keluarga atau sesama suku.
Dikarenakan Qabil tetap berkeras kepala, tidak mau menerima keputusan ayahnya dan meminta supaya dikawinkan dengan adik kembarnya sendiri (Iqlima), maka Nabi Adam seraya menghindari kekerasan atau paksaan yang dapat menimbulkan perpecahan di antara saudara yang dapat mengganggu suasana damai didalam keluarga beliau, secara bijaksana beliau mengusulkan agar menyerahkan masalah perjodohan itu kepada Tuhan untuk menentukannya. Caranya ialah masing- masing dari kedua anaknya itu (Qabil dan Habil) harus menyerahkan korban kepada Tuhan dengan catatan bahwa barang siapa di antara kedua saudara itu diterima korbannya maka dialah yang berhak menentukan pilihan jodohnya. Qabil dan Habil menerima dengan baik jalan penyelesaian yang ditawarkan oleh ayahnya itu.
Maka Qabil dan Habil segera keluar untuk menjemput apa yang akan dikurbankannya. Habil kembali dengan membawa kambing peliharaannya sedangkan Qabil kembali dengan membawa sekarung gandum dari hasil cocok tanamnya, dipilihnya yang rusak dan busuk. Kedua korban itu (kambing Habil dan gandum Qabil) diletakkan di atas sebuah bukit lalu mereka menyaksikan dari jauh apa yang akan terjadi atas kedua jenis korban tersebut.
Seluruh anggota keluarga Adam menanti dan menyaksikan dengan hati berdebar, apa yang akan terjadi atas kedua korban itu. Ternyata dari kejauhan terlihat ada api besar yang turun dari langit menyambar kambing korban dari Habil, seketika itu musnah termakan oleh api, sedangkan karung gandum Kurban dari Qabil tetap utuh tidak tersentuh sedikit pun oleh api.
Dengan demikian, maka keluarlah Habil sebagai pemenang dalam pertaruhan itu karena korbannya telah diterima oleh Allah sehingga dialah yang mendapat keutamaan untuk memilih siapakah di antara kedua gadis saudaranya itu yang akan dipersandingkan menjadi isterinya.
  
Pembunuhan Pertama Dalam Sejarah Manusia.
Dengan keluarnya Habil sebagai pemenang maka musnahlah sudah harapan Qabil untuk mempersunting Iqlima sebagai istrinya, dia merasa kecewa, tidak puas dengan keputusan itu, namun tak ada alasan untuk mempersoalkannya. Ia menyerah dengan rasa kesal dan marah sambil menaruh dendam terhadap adiknya (Habil) dan berencana akan membunuh adiknya.
Ketika Adam hendak berpergian meninggalkan rumah, beliau memberi amanah kepada Qabil untuk menjaga keluarga dan urusan rumahtangganya. Ia berpesan kepadanya agar menjaga baik-baik ibu dan saudara-saudaranya selama beliau pergi. Ia berpesan pula agar kerukunan keluarga dan ketenangan rumahtangga terpelihara dengan baik. Qabil menerima pesan dan amanat ayahnya itu dan menyanggupi untuk berusaha sekuat tenaga melaksanakan amanat itu dengan sebaik-baiknya. “Sepulangnya dari bepergian ayah akan mendapat segala sesuatu dalam keadaan baik dan menyenangkan”, demikianlah kata-kata dan janji yang keluar dari mulut Qabil walau dalam hatinya ia berkata bahwa ia telah diberi kesempatan yang tepat untuk melaksanakan niat jahatnya dan melampiaskan dendamnya terhadap Habil saudaranya.
Tidak lama setelah Adam pergi maka Qabil datang menemui Habil di tempat peternakannya.
Ia berkata kepada Habil: ”Aku datang ke mari untuk membunuhmu. Masanya telah tiba untuk aku lenyapkan engkau dari atas bumi ini.”
“Apa salahku?, asalan apakah engkau hendak membunuhku?” tanya Habil.
Qabil berkata: ”Karena korbanmu diterima oleh Allah sedangkan korbanku ditolak, ini berarti bahwa engkau akan mengawini adikku Iqlima yang cantik dan molek itu dan aku harus mengahwini adikmu yang buruk dan tidak menarik itu.”
Habil berkata: ”Adakah berdosa aku bahwa Allah telah menerima korbanku dan menolak korbanmu? Tidakkah engkau telah bersetuju cara penyelesaian yang diusulkan oleh ayah sebagaimana telah kita  laksanakan? Janganlah tergesa-gesa wahai saudaraku, jangan kau turuti hawa nafsu dan ajakan syaitan! Kawallah perasaanmu dan fikirlah masak-masak akibat perbuatanmu kelak! Ketahuilah bahwa Allah hanya menerima korban dari orang-orang yang bertakwa yang menyerahkan dengan tulus ikhlas dari hati yang suci dan niat yang murni. Mungkin korban yang engkau serahkan itu engkau pilihkan dari gandummu yang telah rusak dan busuk dan engkau berikan secara terpaksa sehingga bertentangan dengan kehendak hatimu, maka ditolak oleh Allah. Sungguh berlainan dengan kurban yang aku serahkan, sengaja aku pilihkan kambing dari peternakanku yang paling sehat dan kucintai dan ku serahkannya dengan tulus ikhlas maka permohonanku diterimanya oleh Allah. Renungkanlah kata-kataku ini, wahai saudaraku..... dan buanglah niat jahatmu yang telah dibisikkan oleh iblis kepadamu, musuh yang telah menyebabkan turunnya ayah dan ibu dari syurga dan ketahuilah, jika engkau tetap berkeras kepala hendak membunuhku, tidaklah akan aku angkat tanganku untuk membalasmu kerana aku takut kepada Allah dan tidak akan melakukan sesuatu yang tidak diredhainya. Aku hanya berserah diri kepada-Nya dan kepada apa yang akan ditakdirkan bagi diriku.”
Nasihat dan kata-kata mutiara Habil ini didengar oleh Qabil namun masuk telinga kanan keluar telinga kiri dan sekali-kali tidak sampai menyentuh lubuk hatinya yang penuh rasa dengki, dendam dan iri hati, sehingga tidak ada tempat lagi baginya rasa damai, cinta dan kasih sayang kepada saudara sekandungnya itu. Qabil yang dikendalikan oleh Iblis, tidak diberinya kesempatan untuk menoleh kebelakang, mempertimbangkan kembali tindakan jahat yang dirancangkan terhadap saudaranya, bahkan bila api dendam dan dengki didalam dadanya mulai akan padam dikipasinya kembali oleh Iblis agar tetap menyala-yala. Ketika Qabil bingung, tidak tahu bagaimana ia harus membunuh Habil saudaranya, menjelmalah Iblis dengan seekor burung yang dipukul kepalanya dengan batu sampai mati. Contoh yang diberikan oleh Iblis itu diterapkannya atas diri Habil di kala ia tidur dengan nyenyaknya dan jatuhlah Habil sebagai korban keganasan saudara kandungnya sendiri, sebagai korban pembunuhan pertama dalam sejarah manusia.
Penguburan Jenazah Habil.
Qabil merasa gelisah dan bingung menghadapi mayat saudaranya. Ia tidak tahu apa yang harus diperbuat dengan mayat saudaranya itu yang semakin lama semakin membusuk. Diletakkannyalah tubuh mayat saudaranya itu di sebuah peti yang dipikulnya seraya mundar-mundir. Dalam keadaan sedih, Qabil melihat burung-burung sedang berterbangan hendak menyerbu tubuh jenazah Habil yang sudah busuk itu.
Kebingungan dan kesedihan Qabil tidak berlangsung lama karena ditolong oleh suatu contoh yang diberikan oleh Tuhan kepadanya sebagaimana ia harus menguburkan jenazah saudaranya itu. Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Bijaksana, tidak rela melihat mayat hamba-Nya yang soleh itu tersia-sia sedemikian rupa. Maka dipertunjukkanlah kepada Qabil, bagaimana seekor burung gagak menggali tanah dengan kaki dan paruhnya, lalu dimasukkanlah gagak lain yang sudah mati dalam pertarungan, ke dalam lubang yang telah digalinya, serta menimbunnya kembali dengan tanah.
Melihat contoh dan pelajaran yang diberikan oleh burung gagak itu, termenunglah Qabil sejenak lalu berkata pada dirinya sendiri: ”Alangkah bodohnya aku, tidakkah aku dapat berbuat seperti burung gagak itu dan mengikuti caranya menguburkan mayat saudaraku ini?”
Waktu berlalu, kembalilah Adam dari perjalanan jauhnya. Ia tidak melihat Habil di antara putera-puterinya yang sedang berkumpul.
Bertanyalah beliau kepada Qabil: ”Di manakah Habil berada? Aku tidak melihatnya sejak aku pulang.”
Qabil menjawab: ”Entah, aku tidak tahu dia ke mana! Aku bukan hamba Habil yang harus mengikutinya ke mana saja ia pergi.”
Melihat sikap yang angkuh dan jawapan yang kasar dari Qabil, Adam dapat menerka bahwa telah terjadi sesuatu ke atas diri Habil, puteranya yang soleh, bertakwa dan berbakti terhadap kedua orang tuanya itu. Pada akhirnya terbuktilah bahwa Habil telah mati dibunuh oleh Qabil. Ia sangat menyesali atas perbuatan Qabil yang kejam dan ganas itu. Rasa persaudaraan, ikatan darah dan hubungan keluarga diketepikan oleh Qabil sekadar untuk memenuhi hawa nafsu dan bisikan yang menyesatkan.
Menghadapi musibah itu, Nabi Adam hanya berpasrah kepada Allah dan menerimanya sebagai takdir dan kehendak-Nya seraya memohon kepada Allah agar dikurniai kesabaran dan keteguhan iman baginya serta kesadaran bertaubat bagi puteranya (Qabil).

Kisah Qabil dan Habil Dalam Al-Quran.
Al-Quran mengisahkan cerita kedua putera Nabi Adam (Qabil dan Habil)ini dalam surah Al- Maaidah ayat 27 s/d 32 yang berbunyi:
“Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): "Aku pasti membunuhmu!". Berkata Habil: "Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa".  "Sungguh kalau kamu menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan seru sekalian alam. Sesungguhnya aku ingin agar kamu kembali dengan (membawa) dosa (membunuh)ku dan dosamu sendiri, maka kamu akan menjadi penghuni neraka, dan yang demikian itulah pembalasan bagi orang-orang yang zalim. Maka hawa nafsu Qabil menjadikannya menganggap mudah membunuh saudaranya, sebab itu dibunuhnyalah, maka jadilah ia seorang diantara orang-orang yang merugi. Kemudian Allah menyuruh seekor burung gagak menggali-gali di bumi untuk memperlihatkan kepadanya (Qabil) bagaimana seharusnya menguburkan mayat saudaranya . Berkata Qabil: "Aduhai celaka aku, mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, lalu aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini?" Karena itu jadilah dia seorang diantara orang-orang yang menyesal. Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain , atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya . Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi.

Pelajaran yang dapat diambil dari Kisah Putera Nabi Adam A.S..
Bahawasanya Allah s.w.t. hanya menerima korban dari seseorang yang menyerahkannya dengan tulus dan ikhlas, tidak dicampuri dengan sifat riyak, takabur atau ingin dipuji. Barang atau binatang yang dikorbankan harus yang masih baik dan sempurna dan dikeluarkannya dari harta dan penghasilan yang halal. Jika korban itu berupa binatang sembelihan, harus yang sehat, tidak mengandungi penyakit atau pun cacat, dan jika berupa bahan makanan harus yang masih segar baik dan belum rusak atau busuk.
Bahawasanya penyelesaian jenazah manusia yang terbaik adalah dengan cara penguburan sebagaimana telah diajarkan oleh Allah kepada Qabil. Itulah cara yang paling sesuai dengan martabat manusia sebagai makhluk yang dimuliakan dan diberi kelebihan oleh Allah di atas makhluk-makhluk lainnya.
Allah berfirman:
“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam. Kami angkut mereka di daratan dan di lautan. Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.”
(QS. Al-Isra: 70)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.