Cari Blog

Selasa, 27 Desember 2011

Hukumnya Istri minta cerai tanpa alasan yg diperbolehkan

Perceraian adalah perkara yang halal namun dibenci oleh Allah SWT. Perceraian adalah pilihan terakhir yaitu ketika dibutuhkan saja, dengan sebab apabila mempertahankan pernikahan akan mengakibatkan mudharat yang lebih besar. 

Islam melarang wanita yang meminta cerai dengan ancaman bagi pelakunya, jika tanpa adanya alasan yang dibenarkan.


Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

أَيُّمَا امْرَأَةٍ سَأَلَتْ زَوْجَهَا الطَّلاَقَ مِنْ غَيْرِ مَا بَأْس َفَحَرَامٌ عَلَيْهَا رَائِحَةُ الْجَنَّةِ
“Wanita mana yang meminta cerai kepada suaminya tanpa ada apa-apa maka haram baginya mencium wanginya surga.” (HR. At-Tirmidzi, Abu Dawud, dan Ibnu Hibban).

"Tanpa adanya apa-apa" maksudnya adalah tanpa ada kesempitan yang memaksanya untuk meminta cerai. (Tuhfatul Ahwadzi).

Dalam hadits yang lain: الْمُخْتَلِعَاتُ وَالْمُنْتَزِعَاتُ هُنَّ الْمُنَافِقَاتُ  

“Istri-istri yang minta khulu’ (gugatan cerai dari pihak istri) dan mencabut diri (dari pernikahan) mereka itu wanita-wanita munafik.” (HR. at-Tirmidzi)


Jika orang tua istri memerintahkan anaknya untuk meminta cerai dari suaminya, padahal suaminya orang yang bertakwa, dan tidak ada alasan syar'i yang membenarkannya, maka sang istri tidak boleh mentaati orang tuanya. Karena bagi seorang istri, ketaatan terhadap suami harus lebih didahulukan daripada orangtuanya. Kedudukan suaminya, lebih tinggi daripada orang tua.

Seorang istri boleh meminta cerai karena adanya pelanggaran hak-haknya yang membahayakan kehidupannya, jika tetap hidup bersama suaminya itu. Seperti akhlak suaminya yang buruk, suka menganiaya, tidak menunaikan kewajiban nafkah lahir maupun batin.
Dibolehkan juga bagi seorang istri meminta atau menggugat cerai jika suaminya melakukan hal-hal yang bisa membatalkan kaislamannya, seperti suka mencaci Allah, Rasul-Nya, atau Islam. suami meninggalkan shalat wajib dengan sengaja juga bisa dijadikan sebab untuk meminta atau menggugat cerai, bahkan istri  muslimah harus dipisahkan dari suami seperti ini.
Jika ada persoalan dalam sebuah rumah tangga, sebaiknya segera dibicarakan berdua untuk dicarikan solusi yang dapat diterima dan tidak merugikan kedua belah pihak. Dalam membicarakannya, tidak perlu ada perasaan kalah-menang, gengsi-gengsian, dan sebagainya.
Musyawarah dari hati ke hati mencari solusi terbaik. Jika tetap tidak terselesaikan, sebaiknya dicarikan pihak ketiga (hakam, juru damai) dari perwakilan keluarga suami dan keluarga istri untuk menengahi persoalan yang dihadapi. Mungkin juga bisa menghadirkan tokoh
masyarakat yang bijaksana yang dinilai mampu membantu menyelesaikan masalah rumah tangga. 

Firman Allah swt:
"Jika engkau khawatir terjadi perselisihan di antara keduanya, maka utuslah seorang hakam (juru damai) dari pihak suami dan seorang hakam dari pihak istri. Jika kedua pihak itu menghendaki perbaikan, Allah akan memberikan taufik-Nya di antara kedua suami-istri. Sungguh Allah Maha Mengetahui dan Mengenal" (QS. Al-Nisa': 35)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.