Cari Blog

Kamis, 19 Januari 2012

"Kepiting" Halal dimakan.

Bismillah.......

Allah SWT telah mewajibkan umat Islam untuk mengkonsumsi makanan yang halal dan thayyib (baik). Berdasarkan Firman Allah Swt: 
“Hai sekalian manusia! Makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu”. 
(QS. al-Baqarah [2]: 168).  

Nah, berkaitan dengan halal/haram nya makan kepiting, selama ini memang banyak diperbincangkan di kalangan masyarakat. Setidaknya jika dibagi, ada dua kelompok yang berpendapat tentang hukum makan kepiting. 

Pertama. kelompok yang mengharamkan.
Kelompok yang mengharamkan umumnya berangkat dari pendapat bahwa umat Islam diharamkan memakan hewan yang hidup di dua tempat, air dan darat. Misalnya: katak, penyu dan lainnya. Biasanya orang menyebutkan dengan istilah amphibi, atau dalam istilah fiqihnya disebut barma''i.

Keharaman hewan amphibi ini banyak dijumpai di berbagai kitab fiqih, terutama dari kalangan mazhab As Syafi'i. Salah satunya adalah kitab Nihayatul Muhtaj karya Imam Ar-Ramli. Di sana secara tegas disebutkan haramnya hewan yang hidup di dua alam. Namun sebenarnya kesimpulan bahwa hewan yang hidup di dua alam itu haram dimakan, juga masih menjadi ajang perbedaan pendapat. Hal itu disebabkan lantaran dalil-dalil yang digunakan oleh mereka yang mengharamkan hewan amphibi dianggap kurang kuat.
Kedua, kelompok yang menghalalkan 

Kelompok ini menilai dalil-dalil tentang haramnya hewan amphibi kurang kuat. Apalagi kepiting juga dinilai bukan termasuk hewan amphibi. Sehingga kalau pun bisa diterima pendapat bahwa hewan yang hidup di darat dan di air itu haram, toh kepiting tidak termasuk di dalamnya.

Pendapat bahwa kepiting itu bukan hewan dua alam dikemukakan oleh banyak pakar di bidang perkepitingan. Umumnya mereka memastikan bahwa kepiting bukan hewan amfibi seperti katak. Katak bisa hidup di darat dan air karena bernapas dengan paru-paru dan kulit.

Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, Dr. Sulistiono dalam makalah “Eko-Biologi Kepiting Bakau (Scylllaspp)” dan penjelasannya tentang kepiting yang disampaikan pada Rapat Komisi Fatwa MUI pada hari Sabtu, 4 Rabi’ul Akhir 1423 H/15 Juni 2002M, menyimpulkan bahwa di alam ini terdapat 4 (empat) jenis kepiting bakau yang sering dikonsumsi dan menjadi komoditas, yakni: 
- Scylla Serrata, 
- Scylla Tranquebarrica, 
- Scylla Olivacea, dan 
- Scylla Pararnarnosain. 
Keempat jenis kepiting bakau ini oleh masyarakat umum hanya disebut dengan “kepiting”.

Selanjutnya disimpulkan juga bahwa 
  1. Kepiting adalah jenis binatang air, dengan alasan: bernafas dengan insang, berhabitat di air dan tidak akan pernah mengeluarkan telor di darat, melainkan di air karena memerlukan oksigen dari air. 
  2. Kepiting (termasuk keempat jenis di atas) hanya ada yang : hidup di air tawar saja, hidup di air laut saja, dan hidup di air laut dan di air tawar. Tidak ada yang hidup atau berhabitat di dua alam (laut dan darat).

Berdasarkan firman Allah Swt: 
“Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan; dan diharamkan atasmu (menangkap) binatang buruan darat, selama kamu dalam ihram. dan bertakwalah kepada Allah yang kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan.” 
(QS. Al Maidah [05]: 96)

Dan hadits Rasulullah Saw: 
“Air laut itu menyucikan dan halal bangkainya.” 
(Menurut Imam Bukhari hadits ini Sahih, lihat Fiqh Sunnah karya Sayyid Sabiq Bab Ath’imah)

Maka dapat disimpulkan bahwa kepiting adalah binatang yang halal dikonsumsi sepanjang tidak menimbulkan bahaya bagi kesehatan manusia. Di Indonesia, Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga telah mengelurakan fatwa halalnya kepiting pada tanggal 4 Rabi’ul Akhir 1423 H/ 15 Juli 2002 lalu.

Wallahua’lam bi shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.