Cari Blog

Senin, 23 Januari 2012

Shafiyah binti Huyay

Status ketika menikah: Janda dari Kinanah, salah seorang tokoh Yahudi yang terbunuh dalam perang Khaibar.
Periode menikah: 628 M, tahun ke-7 Hijriyah.
Anak: tidak ada.
Fakta penting: Shafiyah adalah istri Rasulullah SAW yang berlatarbelakang etnis Yahudi. Sukunya diserang karena telah melanggar perjanjian yang sudah mereka sepakati dengan kaum Muslimin. Shafiyyah termasuk salah seorang tawanan saat itu. Nabi berjanji menikahinya jika ia masuk Islam. Maka masuklah ia dalam Islam.


Silsilah


Shafiyah binti Huyay (sekitar 610 M - 670 M) adalah salah satu istri Nabi Muhammad Saw yang ke 11, ia berasal dari suku Bani Nadhir. Ketika menikah, ia masih berumur 17 tahun. Ia mendapatkan julukan "Ummul Mukminin". Bapaknya adalah ketua suku Bani Nadhir, salah satu Bani Israel yang bermukim disekitar Madinah.

Shafiyyah binti Huyay bin Akhtab bin Sa’yah bin Amir bin Ubaid bin Kaab bin al-Khazraj bin Habib bin Nadhir bin al-Kham bin Yakhurn, termasuk keturunan Harun bin Imran bin Qahits bin Lawi bin Israel bin Ishaq bin Ibrahim. Ibunya bernama Barrah binti Samaual darin Bani Quraizhah. Shafiyyah dilahirkan sebelas tahun sebelum hijrah, atau dua tahun setelah masa kenabian Muhammad Saw.

Biografi
Shafiyah telah menjanda sebanyak dua kali, karena dia pernah kawin dengan dua orang keturunan Yahudi yaitu Salam bin Abi Al-Haqiq (dalam kisah lain dikatakan bernama Salam bin Musykam), salah seorang pemimpin Bani Qurayzhah, namun rumah tangga mereka tidak berlangsung lama. Kemudian suami keduanya bernama Kinanah bin Rabi' bin Abil Hafiq, ia juga salah seorang pemimpin Bani Qurayzhah yang diusir Rasulullah Saw. 


Dalam Perang Khaibar, Shafiyah dan suaminya Kinanah bin Rabi' telah tertawan, karena kalah dalam pertempuran tersebut. Dalam satu perundingan Shafiyah diberikan dua pilihan yaitu dibebaskan kemudian diserahkan kembali kepada kaumnya atau dibebaskan kemudian menjadi isteri Nabi Muhammad Saw, kemudian Safiyah memilih untuk menjadi isteri Nabi Muhammad Saw.

Shafiyah memiliki kulit yang sangat putih dan memiliki paras cantik, menurut Ummu Sinan Al-Aslamiyah, kecantikannya itu sehingga membuat cemburu istri-istri
Rasulullah Saw yang lain. Bahkan ada seorang istri Rasulullah Saw dengan nada mengejek, mereka mengatakan bahwa mereka adalah wanita-wanita Quraisy bangsa Arab, sedangkan dirinya adalah wanita asing (Yahudi). Bahkan suatu ketika Hafshah sampai mengeluarkan lisan kata-kata, ”Anak seorang Yahudi” hingga menyebabkan Shafiyah menangis. 

Rasulullah Saw kemudian bersabda, “Sesungguhnya engkau adalah seorang putri seorang nabi dan pamanmu adalah seorang nabi, suamimu pun juga seorang nabi lantas dengan alasan apa dia mengejekmu?” 
Kemudian Rasulullah Saw bersabda kepada Hafshah, “Bertakwalah kepada Allah wahai Hafshah!” 
Selanjutnya manakala dia mendengar ejekan dari istri-istri nabi yang lain maka diapun berkata, “Bagaimana bisa kalian lebih baik dariku, padahal suamiku adalah Muhammad, ayahku (leluhur) adalah Harun dan pamanku adalah Musa?” 

Shafiyah wafat tatkala berumur sekitar 50 tahun, ketika masa pemerintahan Mu'awiyah.

Sejak kecil dia menyukai ilmu pengetahuan dan rajin mempelajari sejarah dan kepercayaan bangsanya. Dari kitab suci Taurat dia membaca bahwa akan datang seorang nabi dari jazirah Arab yang akan menjadi penutup semua nabi. Pikirannya tercurah pada masalah kenabian tersebut, terutama setelah
Rasulullah Saw muncul di Mekkah. Dia sangat heran ketika kaumnya tidak mempercayai berita besar tersebut, padahal sudah jelas tertulis di dalam kitab mereka sendiri. Demikian juga ayahnya, Huyay bin Akhtab, yang sangat gigih menyulut permusuhan terhadap kaum Muslim.

Sifat dusta, tipu muslihat, dan pengecut ayahnya sudah tampak di mata Shafiyyah dalam banyak peristiwa. Di antara yang menjadi perhatian Shafiyyah adalah sikap Huyay terhadap kaumnya sendiri, Yahudi Bani Qurayzhah. 

Ketika itu, Huyay berjanji untuk mendukung dan memberikan pertolongan kepada mereka jika mereka melepaskan perjanjian tidak mengkhianati kaum Muslim (Perjanjian Hudaibiyah). Akan tetapi, ketika kaum Yahudi mengkhianati perjanjian tersebut, Huyay melepaskan tanggung jawab dan tidak menghiraukan mereka lagi. 

Hal lain adalah sikapnya terhadap orang-orang Quraisy Mekah. Huyay pergi ke Mekah untuk menghasut kaum Quraisy agar memerangi kaum Muslim dan mereka menyuruhnya mengakui bahwa agama mereka (Quraisy) lebih mulia daripada agama Muhammad, dan Tuhan mereka lebih baik daripada Tuhan Muhammad.

Penaklukan Khaibar dan Penawanannya
Perang Khandaq telah membuka tabir pengkhianatan kaum Yahudi terhadap perjanjian yang telah mereka sepakati dengan kaum muslimin. 
Rasulullah Saw segera menyadari ancaman yang akan menimpa kaum muslimin dengan berpindahnya kaum Yahudi ke Khaibar kemudian membentuk pertahanan yang kuat untuk persiapan menyerang kaum muslimin.

Setelah perjanjian Hudaibiyah disepakati untuk menghentikan permusuhan selama sepuluh tahun,
Rasulullah Saw merencanakan penyerangan terhadap kaum Yahudi, tepatnya pada bulan Muharam tahun ketujuh hijriah. Rasulullah Saw memimpin tentara Islam untuk menaklukkan Khaibar, benteng terkuat dan terakhir kaum Yahudi. Perang berlangsung dahsyat hingga beberapa hari lamanya, dan akhirnya kemenangan ada di tangan umat Islam. Benteng-benteng mereka berhasil dihancurkan, harta benda mereka menjadi harta rampasan perang, dan kaum wanitanya pun menjadi tawanan perang. Di antara tawanan perang itu terdapat Shafiyyah, putri pemimpin Yahudi yang ditinggal mati suaminya.

Bilal membawa Shafiyyah dan putri pamannya menghadap 
Rasulullah Saw. Di sepanjang jalan yang dilaluinya terlihat mayat-mayat tentara kaumnya yang dibunuh. Hati Shafiyyah sangat sedih melihat keadaan itu, apalagi jika mengingat bahwa dirinya menjadi tawanan kaum muslimin. 
Rasulullah Saw memahami kesedihan yang dialaminva, kemudian ia bersabda kepada Bilal, “Sudah hilangkah rasa kasih sayang dihatimu, wahai Bilal, sehingga engkau tega membawa dua orang wanita ini melewati mayat-mayat suami mereka?” 
Rasulullah Saw memilih Shafiyyah sebagai istri setelah terlebih dahulu menawarkan untuk memeluk agama Islam kepadanya dan kemudian Shafiyyah menerima tawaran tersebut.

Seperti telah dikaji di atas, Shafiyyah telah banyak memikirkan Muhammad sejak dia belum mengetahui kerasulan beliau. Keyakinannya bertambah besar setelah dia mengetahui bahwa Muhammad adalah utusan Allah. 
Anas berkata, “Rasulullah ketika hendak menikahi Shafiyyah binti Huyay bertanya kepadanya, ‘Adakah sesuatu yang engkau ketahui tentang diriku?’ 
Dia menjawab, ‘Ya Rasulullah, aku sudah rnengharapkanmu sejak aku masih musyrik, dan memikirkan seandainya Allah mengabulkan keinginanku itu ketika aku sudah memeluk Islam.” 
Ungkapan Shafiyyah tersebut menunjukkan rasa percayanya kepada Rasulullah Saw dan rindunya terhadap Islam.

Bukti-bukti yang jelas tentang keimanan Shafiyyah dapat terlihat ketika dia memimpikan sesuatu dalam tidurnya kemudian dia ceritakan mimpi itu kepada suaminya. Mengetahui takwil dan mimpi itu, suaminya marah dan menampar wajah Shafiyyah sehingga berbekas di wajahnya. 
Rasulullah Saw melihat bekas di wajah Shafiyyah dan bertanya, “Apa ini?” 
Dia menjawab, “Ya Rasul, suatu malam aku bermimpi melihat bulan muncul di Yastrib, kemudian jatuh di kamarku. Lalu aku ceritakan mimpi itu kepada suamiku, Kinanah. Dia berkata, ‘Apakah engkau suka menjadi pengikut raja yang datang dari Madinah?’ Kemudian dia menampar wajahku.”

Masa Pernikahannya (Menjadi Ummu al-Mukminin)Rasulullah Saw menikahi Shafiyyah dan kebebasan dirinya (dari tawanan) menjadi mahar perkawinan dengannya. Pernikahan Rasulullah Saw dengan Shafiyyah didasari beberapa landasan. 
  • Shafiyyah telah mernilih Islam serta menikah dengan Rasulullah Saw ketika ia memberinya pilihan antara memeluk Islam dan menikah dengan beliau atau tetap dengan agamanya dan dibebaskan sepenuhnya. Ternyata Shafiyyah memilih untuk tetap bersama Rasulullah Saw.
  • Shafiyyah adalah putri pemimpin Yahudi yang sangat membahayakan kaum muslim.
  • Karena kecintaan Shafiyyah kepada Islam dan Rasulullah Saw.

Rasulullah Saw menghormati Shafiyyah sebagaimana hormatnya ia terhadap istri-istri yang lain. Akan tetapi, istri-istri Rasulullah Saw menyambut kedatangan Shafiyyah dengan wajah sinis karena dia adalah orang Yahudi, di samping itu juga karena kecantikannya yang menawan. 

Akibat sikap mereka, Rasulullah Saw pernah tidak tidur dengan Zainab binti Jahsy karena kata-kata yang dia lontarkan tentang Shafiyyah. 
Aisyah bertutur tentang peristiwa tersebut, Bahwa Rasulullah Saw tengah dalam perjalanan. Tiba-tiba unta Shafiyyah sakit, sementara unta Zainab berlebih. 
Rasulullah berkata kepada Zainab, ‘Unta tunggangan Shafiyyah sakit, maukah engkau memberikan salah satu dan untamu?’ 
Zainab menjawab, ‘Akankah aku memberi kepada seorang perempuan Yahudi?’ 
Akhirnya, beliau meninggalkan Zainab pada bulan Dzulhijjah dan Muharam. Artinya, beliau tidak mendatangi Zainab selama tiga bulan. 
Zainab berkata, ‘Sehingga aku putus asa dan aku mengalihkan tempat tidurku.” 

Aisyah mengatakan lagi, Bahwa suatu siang aku melihat bayangan Rasulullah Saw datang. Ketika itu Shafiyyah mendengar obrolan Hafshah dan Aisyah tentang dirinya dan mengungkit-ungkit asal-usul dirinya. Betapa sedih perasannya. 
Lalu dia mengadu kepada Rasulullah saw sambil menangis. 
Rasulullah menghiburnya, ‘Mengapa tidak engkau katakan, bagaimana kalian berdua lebih baik dariku, suamiku Rasulullah, ayahku Harun, dan pamanku Musa.” 

Di dalam hadits riwayat Tirmidzi juga disebutkan, Bahwa ketika Shafiyyah mendengar Hafshah berkata, ‘Perempuan Yahudi!’, dia menangis, 
Kemudian Rasulullah Saw menghampirinya dan berkata, ‘Mengapa engkau menangis?’ 
Dia menjawab, ‘Hafshah binti Umar mengejekku bahwa aku wanita Yahudiah.’ 
Kemudian Rasulullah Saw bersabda, ‘Engkau adalah anak nabi, pamanmu adalah nabi, dan kini engkau berada di bawah perlindungan nabi. Apa lagi yang dia banggakan kepadamu?’
Rasulullah Saw kemudian berkata kepada Hafshah, ‘Bertakwalah engkau kepada Allah, Hafshah!”

Salah satu bukti cinta Hafshah kepada
Rasulullah Saw terdapat pada hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Saad dalam Thabaqta-nya tentang istri-istri Nabi yang berkumpul menjelang beliau wafat. 
Shafiyyah berkata, “Demi Allah, ya Nabi, aku ingin apa yang engkau derita juga menjadi deritaku.” 
Istri-istri Rasulullah memberikan isyarat satu sama lain. 
Melihat hal yang demikian, beliau berkata, “Berkumurlah!” 
Dengan terkejut mereka bertanya, “Dari apa?” 
Beliau menjawab, “Dari isyarat mata kalian terhadapnya. Demi Allah, dia adalah benar.”

Setelah
Rasulullah Saw wafat, Shafiyyah merasa sangat terasing di tengah kaum muslimin karena mereka selalu menganggapnya berasal dan Yahudi, tetapi dia tetap komitmen terhadap Islam dan mendukung perjuangan Rasulullah Saw

Ketika terjadi fitnah besar atas kematian Utsman bin Affan, dia berada di barisan Utsman. Selain itu, dia pun banyak meriwayatkan hadits Nabi. Dia wafat pada masa kekhalifahan Mu’awiyah bin Abi Sufyan. Marwan bin Hakam menshalatinya, kemudian menguburkannya di Baqi’.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.