Cari Blog

Sabtu, 14 Januari 2012

Tanda-tanda Penyakit Hati dan Obatnya

Tanda-tanda Penyakit Hati

Imam Al-Ghazali (dalam kitab Ihyâ `Ulûmuddîn) menyebutkan sebuah do’a yang isinya meminta agar kita diselamatkan dari berbagai jenis penyakit hati:


Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari ilmu yang tidak bermanfaat, hati yang tidak khusyuk, nafsu yang tidak kenyang, mata yang tidak menangis, dan do’a yang tidak diangkat.”
                          
Merujuk kepada do’a di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa ciri-ciri orang yang hatinya berpenyakit adalah sebagai berikut:



  •  Memiliki ilmu yang tidak bermanfaat. 
Orang yang berilmu tetapi tidak menjadikan dirinya takut kepada Allah, berarti dia memiliki ilmu yang tidak bermanfaat. Karena Al-Quran menyebutkan: “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah orang yang berilmu”. (QS. Fathir: 28)



  • Mempunyai hati yang tidak bisa khusyuk.
Orang yg mempunyai penyakit ini adalah dia yang tidak bisa mengkhusyukkan hatinya dalam beribadah kepada Allah Swt, sehingga tidak bisa merasakan nikmatnya ibadah. Ibadah yang dilakukan sehari-hari tidaklah membuat perilakunya baik dalam melawan hawa nafsu. 

  • Memiliki nafsu yang tidak pernah kenyang. 
Orang yang seperti ini adalah orang yang memendam ambisi duniawi yang tak pernah habis, keinginan yang berlebihan, serta keserakahan yang takkan terpuaskan.



  • Matanya tak pernah menangis
Nabi SAW menyebutnya "jumûd al-`ain" (mata yang beku dan tidak bisa mencair). Juga diantara sahabat-sahabat Nabi, terdapat sekelompok orang yang disebut "al-bakâun" (orang-orang yang selalu menangis), itu karena setiap kali Nabi berkhutbah, mereka tidak bisa menahan tangisannya. 
Dalam riwayat nabi saw bersabda: “Hal pertama yang akan dicabut dari umat ini adalah tangisan karena kekhusyukan.
Jika sudah berkurang manusia yang khusuk dalam ibadah maka akan terjadilah pertengkaran antar kaum muslimin.
Dalam sebuah riwayat, para sahabat bercerita: “Suatu hari, Nabi Saw menyampaikan nasihat kepada kami. Maka, berguncanglah hati kami dan berlinanglah air mata kami. Kemudian kami meminta: “Ya Rasulallah, seakan- akan ini khutbahmu yang terakhir, berilah kami tambahan wasiat.”
Kemudian Nabi saw bersabda: “Barangsiapa di antara kalian yang hidup sepeninggalku, kalian akan menyaksikan pertengkaran diantara kaum muslimin yang banyak …


  • Doanya tidak diangkat dan didengar oleh Allah Swt.
Inilah musibah yang paling besar. Apa yang akan diperbuat jika do'anya sudah tidak didengar lagi oleh Allah. Naudzubillahi....


Kiat Mengobati Penyakit Hati


·         Mencari guru yang mengetahui penyakit hati kita.
Ketika kita datang kepada guru tersebut, kita harus datang dengan segala kepasrahan. Kita tidak boleh tersinggung jika guru itu memberitahukan penyakit hati kita.
Amirul Mummineen Umar Ibn Al-Khattab berkata:
“Aku menghargai sahabat-sahabatku yang menunjukkan aib-aibku sebagai hadiah untukku.”
Seorang guru harus mencintai kita dengan tulus dan begitu pula sebaliknya, kita harus mencintai guru kita dengan tulus. Apa pun yang dikatakan guru, kita tidak menjadi marah. Kita juga harus mencari guru yang lebih sedikit penyakit hatinya daripada diri kita sendiri.

·         Kedua, mendapatkan sahabat yang jujur.
Sahabat adalah orang yang berkata benar bukan orang yang `membenar-benarkan’ kata-kata kita. Sahabat yang baik adalah yang membetulkan kita, bukan yang menganggap apapun yang kita lakukan itu betul.

·         Dengar apa yang dikatakan orang yang memusuhi kita jika sulit mendapatkan sahabat yang jujur. Dan pertimbangkanlah ucapan-ucapan musuh tentang diri kita. Karena musuh dapat menunjukkan aib kita dengan lebih jujur ketimbang sahabat kita sendiri.

·         Perhatikan perilaku orang lain yang buruk akhlaknya dan kita merasakan akibat perilaku buruk tersebut pada diri kita. Dengan cara itu, kita tidak akan melakukan hal yang sama. Hal ini sangat mudah karena kita lebih sering memperhatikan perilaku orang lain yang buruk daripada perilaku buruk kita sendiri.

Sebuah kisah dari Jalaluddin Rumi:
Di sebuah kota, ada seorang pria yang menanam pohon berduri di tengah jalan. Walikota sudah memperingatkannya agar memotong pohon berduri itu. Setiap kali diingatkan, orang itu selalu mengatakan bahwa ia akan memotongnya besok. Namun sampai orang itu tua, pohon itu belum dipotong juga. Seiring dengan waktu, pohon berduri itu bertambah besar. Ia menutupi semua bagian jalan. Duri itu tidak saja melukai orang yang melalui jalan itu, tapi juga melukai pemiliknya. Orang tersebut sudah sangat tua. Ia menjadi amat lemah sehingga tidak mampu lagi untuk menebas pohon yang ia tanam sendiri.

Di akhir kisah itu Rumi memberikan nasihatnya:
“Dalam hidup ini, kalian sudah banyak sekali menanam pohon berduri dalam hati kalian. Duri-duri itu bukan saja menusuk orang lain tapi juga dirimu sendiri. Ambillah kapak Haidar (Haidar adalah nama kecil Imam Ali), potonglah seluruh duri itu sekarang sebelum kalian kehilangan tenaga sama sekali.”

Yang dimaksud Rumi dengan pohon berduri dalam hati adalah penyakit- penyakit hati dalam ruh kita. Bersamaan dengan tambahnya umur, bertambah pula kekuatannya. Tak ada lagi waktu yang lebih tepat untuk menebang pohon berduri di hati kita itu selain saat ini. Esok hari, penyakit itu akan semakin kuat sementara tenaga kita bertambah lemah. Tak ada daya kita untuk menghancurkannya.

Sumber: Ustadz Mohamad Joban
                

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.