Cari Blog

Kamis, 19 Januari 2012

Tanya jawab: Tengtang penyaluran zakat

Untuk penyaluran zakat sudah diatur di dalam Al-quranul Karim dalam surat At-Taubah:

"Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk 
orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah, dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana." (QS At-Taubah: 60)

Yang berhak menerima zakat ialah: 
  1. Orang fakir: orang yang amat sengsara hidupnya, tidak mempunyai harta dan tenaga untuk memenuhi penghidupannya. 
  2. Orang miskin: orang yang tidak cukup penghidupannya dan dalam keadaan kekurangan. 
  3. Pengurus zakat: orang yang diberi tugas untuk mengumpulkan dan membagikan zakat. 
  4. Muallaf: orang kafir yang ada harapan masuk Islam dan orang yang baru masuk Islam yang imannya masih lemah. 
  5. Memerdekakan budak: mencakup juga untuk melepaskan muslim yang ditawan oleh orang-orang kafir. 
  6. Orang berhutang: orang yang berhutang karena untuk kepentingan yang bukan ma'siat dan tidak sanggup membayarnya. Adapun orang yang berhutang untuk memelihara persatuan umat Islam dibayar hutangnya itu dengan zakat, walaupun ia mampu membayarnya. 
  7. Pada jalan Allah (sabilillah): yaitu untuk keperluan pertahanan Islam dan kaum muslimin. Di antara mufasirin ada yang berpendapat bahwa fisabilillah itu mencakup juga kepentingan-kepentingan umum seperti mendirikan sekolah, rumah sakit dan lain-lain.
  8. Orang yang sedang dalam perjalanan yang bukan ma'siat mengalami kesengsaraan dalam perjalanannya. 

Tanya Jawab:


  • Ada sebuah desa yang setiap menjelang hari raya Fithri, masyarakat setempat membentuk kepanitiaan yang bertugas mengumpulkan zakat fithrah, untuk kemudian disalurkan kepada mereka yang berhak. Lebih lanjut, karena panitia merasa telah membagi rata kepada semua yang berhak dari Ashnaf yang ada di desanya, maka kelebihan zakat fitrah yang berupa beras tersebut disimpan untuk dijual setelah sholat ‘ied, kemudian uang hasil penjualan beras diberikan kepada masjid setempat. Praktek seperti ini sudah berjalan bertahun-tahun.



Pertanyaan:
Bolehkah kebijakan yang dilakukan oleh panitia zakat tersebut? 
Bagaimana jika yang melakukan itu adalah Amil bentukan pemerintah?

Jawaban:
Panitia yang menyimpan zakat fitrah untuk kemudian menjual dan lalu memberikan kepada masjid setempat adalah tidak diperbolehkan (haram). Kecuali apabila harta zakat tersebut diserah-terimakan kepada mustahiq terlebih dahulu kemudian dijual panitia atas izin dari mustahiq. Bahkan bagi panitia zakat yang melakukan praktek yang diharamkan di atas, wajib mengganti (dhoman=jaminan) terhadap harta zakat yang disalah-gunakan.
Hukum yang demikian itu berlaku bagi panitia bentukan masyarakat (mutabarri’) atau bentukan pemerintah (amil)
Keterangan:
Mustahiq adalah orang atau badan yang berhak menerima zakat.
Mutabarri' adalah orang yang memberi sumbangan (dermawan).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.